Delmora The
Ocean’s Princess
Created By:
Safitri
Tsa’niyah
Bab 13
Kelahiran
Oliver
Aku merasakan belaian lembut yang mencoba menyingkirkan
rambut-rambut nakal di keningku. Apakah ini surga? Bukan. Aku sudah tiga kali
hampir mati. Tapi nyatanya aku masih hidup dan bernafas. Tapi mungkin yang
selama ini aku lihat hanyalah mimpi. Ya. Pasti mimpi. Nyatanya aku masih
disini. Di rumah. Dan bergerak. Tidak ada yang namanya jadi patung batu atau
ikan badut. Medusa tidak ada, Athena tidak dikurung, dan aku bukan anak
Poseidon. Ya, pasti aku hanya bermimpi.
Pemilik tangan yang membelaiku tersenyum. Aku baru hendak
duduk di tempat tidur hangatku, tapi tangan di keningku berpindah ke badanku
dan membiarkan aku berbaring lebih lama. Itu memang lebih baik. Karena aku baru
sadar betapa pegalnya tubuhku.
“Sayang.” Panggil pemilik tangan yang ternyata ibuku.
“Ibu? Aku haus.” Ucapku lemah.
Ibuku menyodorkan segelas air putih ke mulutku. “Tentu
saja kamu haus. Kamu tidur selama tiga hari.” Ucap Ibuku.
Tiga hari? Nah, benar kan kataku. Aku tidur cukup lama untuk
memimpikan petualanganku yang luar biasa itu. Tapi kemudian sesuatu mengganjal
hatiku.
“Oliver mana?” Ucapku.
“Dia ada di sebelahmu.” Jawab Ibuku.
Aku menengok ke tepi tempat tidur. Kepala Oliver terkulai
lemah berbantalkan tangannya yang dilipat. Ia tertidur.
“Dia ngga mau pindah. Dia nunggu kamu sejak kalian
pulang.” Jelas Ibuku.
“Pulang? Pulang dari mana?” Tanyaku.
“Kalian menyelamatkan Athena, ingat?” Jawab Ibuku.
“Athena?” Jadi aku ngga bermimpi selama ini? Aku langsung
bangun dari posisi tiduranku dan menyentakkan kasur cukup keras untuk
membangunkan Oliver.
“Ibu akan menyiapkan makanan untuk kalian.” Ucap Ibuku
seraya meninggalkan kamarku.
Oliver langsung mengucek matanya dengan semangat ketika
melihatku. “Delmora.” Ucapnya penuh haru.
“Katanya aku tidur selama tiga hari?” Tanyaku.
“Iya. Ternyata kamu benar-benar kelelahan setelah dari
gua.” Ucap Oliver.
“Tapi aku ngga inget apa-apa setelah Athena menyentuh
hidungku.” Ucapku.
“Athena bilang, butuh waktu cukup lama untuk
mengembalikan kutukan Medusa. Kau ingat saat aku melakukannya untukmu? Setelah
lima hari baru manjur.”
“Dan, kalian berhasil membawaku pulang?” Tanyaku.
“Naik Ferus. Kita harus cepat, kan?”
Ada banyak pertanyaan yang berlari-lari di kepalaku saat
itu. Tapi saat aku mau mengajukannya, perutku menandakan aku benar-benar lapar.
Di ruang makan, aku tidak hanya melihat ibuku sendiri.
Tapi di tambah dengan ayahku Poseidon dan Ibu Oliver, Athena.
“Terpujilah para Dewa.” Ucap Athena begitu aku masuk ke
ruang makan.
“Selamat datang kembali, Delmora.” Ucap Poseidon.
Aku menyunggingkan senyuman. “Jadi, urusan kalian sudah
selesai?” Tanyaku sambil mengambil tempat di sebelah Poseidon.
“Berkat kalian berdua.” Ucap Poseidon.
“Kami sangat berterima kasih pada kalian.” Sambung
Athena.
Aku kembali tersenyum. Ternyata benar kenyataan antara
aku, Oliver, Poseidon dan Athena.
Kami makan dengan suasana ramai dan hangat. Walaupun
Poseidon dan Athena tidak ikut menyantap makanan seperti kami, mereka saling
berbagi cerita dengan serunya. Tapi aku memperhatikan wajah Oliver yang justru
murung sejak kami duduk mengelilingi meja makan.
Setelah makan selesai, Oliver langsung meninggalkan meja
tanpa sepatah kata pun. Karena merasa ada yang tidak beres, aku pun menyusul
tak lama setelah ia mengangkat bokongnya dari kursi.
“Oliver, ada apa?” Tanyaku ketika sampai menyusul Oliver.
Oliver tidak langsung menjawab. Ia diam beberapa saat
sebelum menjawab pertanyaanku yang singkat itu. “Ada sesuatu.” Jawabnya setelah
berpikir dan menimbang.
“Apa?” Desakku.
“Aku masih bingung dengan Athena.” Ucapnya.
“Apa maksudmu?” Tanyaku juga bingung.
“Kalau dia memang ibuku, bagaimana bisa dia mengandungku
dalam perutnya? Lagi pula setahuku, Athena tidak pernah berhubungan dengan
laki-laki, apalagi manusia.” Ucap Oliver.
Jujur, aku juga tidak tahu cara menjawab pertanyaan ini.
Selama beberapa lama kami berdua hanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku
tidak tahu apa yang dipikirkan Oliver, raut wajahnya sangat sulit dibaca. Lalu
seseorang datang dan membuyarkan lamunan kami.
“Aku meminjamkannya.” Ucap Athena dari balik tubuh kami.
“Apa maksudmu?” Tanya Oliver setengah kaget.
“Aku meminjamkan rahimku pada ibumu dulu. Dia wanita yang
cantik dan sangat baik. Tapi, seperti kebanyakan orang baik, mereka punya
kehidupan yang tidak terlalu baik. Ibumu tidak bisa memiliki anak dari rahimnya
sendiri. Dan selama bertahun-tahun dia sudah mencoba berbagai hal. Sampai
sangat putus asanya, dia mau ayahmu menikahi wanita lain agar mereka bisa punya
keturunan.” Jelas Athena dengan suara yang sangat menentramkan tapi juga
berwibawa.
Ada banyak pertanyaan yang berseliweran di kepalaku. Tapi
sepertinya Athena masih mau bercerita. Jadi kutahan semua pertanyaanku dan
menunggu Athena berbicara lagi.
“Saat hari kelahiranmu, aku menyaksikannya dengan jelas.
Sayangnya ternyata ‘meminjamkan’ berarti lebih daripada yang kami semua
bayangkan. Kau mewarisi beberapa sifat dewa-ku. Ibumu tidak terlalu kuat untuk
melahirkanmu secara normal, mengingat kelahiranku sendiri tidak normal. Dokter
kalian membuat pilihan siapa yang akan diselamatkan karena kau dan ibumu tidak
bisa diselamatkan keduanya.”
“Ayahmu sudah membuat keputusan untuk menyelamatkan ibumu
saja. Dia tidak tega melihat ibumu mengalami kesakitan yang luar biasa, dia
sangat mencintainya. Tapi ibumu tidak merasa demikian. Dia ingin kamu yang
selamat. Dia sangat menginginkan adanya seorang anak di keluarga. Sempat ada
perselisihan antara ibu dan ayahmu. Tapi akhirnya ibumu-lah yang mengalah untuk
kehidupanmu sekarang ini. Kau lahir dengan sempurna. Ketampanan luar biasa
untuk seorang bayi yang lahir setengah dewa.”
“Kamu sempat tinggal beberapa bulan dengan ayahmu. Tapi
kuperhatikan, semakin lama hati ayahmu semakin teriris setiap melihat wajahmu.
Dia sangat merindukan ibumu dan selalu begitu setiap dia melihatmu. Akhirnya
dia tidak tahan dan membunuh dirinya sendiri. Aku mengambilmu dan menitipkannya
pada nenekmu. Aku tidak bisa mengurusmu secara langsung. Tapi sedikit banyak aku
telah membantu nenekmu membesarkanmu sampai sekarang.”
“Jadi orangtuaku meninggal karena aku?” Tanya Oliver
marah.
“Kamu jangan salah sangka, anakku.” Ucap Athena. “Aku
tidak bermaksud bilang kamu adalah alasan orang tuamu meninggal.”
“Lalu apa?” Tanya Oliver semakin naik pitam.
“Beberapa waktu setelah mereka meninggal, mereka pernah
mengunjungiku. Mereka bilang, mereka sangat menyayangimu. Dan mereka menitipkan
kamu kepadaku. Mereka bilang, mungkin aku akan lebih berhasil merawatmu
daripada mereka.”
Aku merasa seluruh bulu di lengan dan tengkukku berdiri
semua. Aku merasa terharu sekaligus sedih mendengar cerita Athena barusan.
“Percayalah, Oliver. Mereka sangat menginginkanmu. Tidak
ada alasan mereka tidak menyayangimu. Dan walaupun mereka sudah tidak lagi
bersamamu, kau masih miliki aku. Darahku mengalir dalam tubuhmu juga.” Athena
berkata dengan sabar.
Oliver tertunduk dalam diam. Aku melihat air mata
mengalir ke pipinya sekilas. Tapi dia mencoba sebisa mungkin menyembunyikan
wajahnya dari pandanganku dan Athena.
“Aku selalu jadi ibumu, Oliver.” Athena mengakhiri obrolan
dan berjalan masuk ke dalam rumah lagi.
Aku tetap di tempat untuk memastikan Oliver tidak apa-apa.
Meskipun sepertinya Oliver sedang ingin sendiri, aku tidak bisa membiarkannya
sendirian dalam keadaan ini. Aku tahu perasaannya sangat sedih.
Aku membelai punggung Oliver dengan lembut. “Oliver. Kamu
ngga apa-apa?” Ucapku perlahan.
Oliver menyandarkan kepalanya pada bahuku. Kini aku bisa
melihat dengan jelas butir air mata yang mengalir cantik ke pipinya. Bahkan
saat sedang menangis seperti ini pun, ia tetap terlihat sangat tampan. Aku
merangkulnya dengan harapan bisa mengembalikan semangat dan mengikis rasa
sedihnya. Oliver tampak seperti seorang anak kecil yang kehilangan ibunya di
tengah hujan badai. Ia menggigil tertahan dalam pelukanku.
Previous: