Rabu, 23 Desember 2015

Pulau Harapan

Ceritanya liburan kuliah. Selepas UTS, dapet libur seminggu dan ngambil 2 hari untuk dihabiskan di pulau Harapan.

Kita ber-dua belas setuju untuk ketemu di kereta Jurusan Jakarta Kota yang pertama. Beberapa temen gue ada yang start dari stasiun UI, Tebet, dan Depok. Sedangkan gue dan 2 lainnya start dari Pasar Minggu. Meskipun saat itu keadaan lagi ujan ringan, akhirnya kami sampe Stasiun Kota. Untuk sampe ke pelabuhan Muara Angke ternyata kita harus naek angkot lagi. Dan perjalanan via angkot ini bener-bener makan hati. Kira-kira 1 km ke dalam pelabuhan, kami disambut dengan banjir dan bebauan yang luar biasa menyengat. Belum lagi macet yang bikin laju angkot tersendat. Okay forget it. Yang penting ngga semua dari kita muntah-muntah setelah turun angkot. Wkwkwk.

Karena kami menyewa Travel, jadi setelah sampe di pelabuhan, kami udah ditungguin orang travel-nya. Beli Tiket dan masuk kapal. Sekitar jam lapan kapal pun mulai meninggalkan dermaga. Perjalanan dari Muara Angke ke Pulau Harapan memakan waktu sekitar 3 jam.

Menjejakkan kaki di dermaga pulau Harapan jam setengah 11an. Ternyata lebih cepet dari perkiraan. Dan kami langsung diantar ke Homestay untuk siap-siap Snorkeling di jam 1.








Kegiatan kami dilanjutkan dengan snorkeling dan mantai (Main-main di pantai). Dan sekitar jam 4 ke 5, kita diantar lagi untuk menikmati sunset di pulau bulat.





Setelah sunset-an, kami balik ke homestay, mandi dan makan malam. Sekitar jam 8 kami dipanggil untuk ke taman deket dermaga untuk acara barberque ikan.


Kenyang makan ikan-ikanan, kami balik ke homestay untuk acara bebas yaitu istirahat dan tidur.

Besoknya kami ditawarin untuk lihat sunrise. Tapi karena terlalu ngantuk karna tidur agak larut, maka tidak ada satu pun dari kami yang bangun pagi sebelum matahari terbit.

Jam setengah lapan kami harus udah rapi untuk ikut jadwal lagi yaitu ke tempat penangkaran penyu dan pulau Bira Besar. Setelah lama foto-foto, jam setengah 11 kami balik ke homestay untuk packing akhir sebelum pulang.


Jam setengah 12 naik kapal dan setengah jam kemudian kapal meninggalkan dermaga pulau harapan menuju Muara Angke.

Sekitar jam setengah tiga, kapal berlabuh di Muara Angke dan kami pun kembali nyari angkot yang akan membawa kami ke stasiun kota.

Perjalanan berakhir dan gue sampe rumah dengan selamat. Meskipun ada beberapa luka goresan karang, selebihnya bisa dibilang gapapa. Kalo ditanya mau balik lagi ke pulau apa ngga? Mungkin gue akan ragu dan lebih memilih ngga. Air mandi disana rasanya asin dan bikin ngga betah banget. Suasananya juga udah kayak perkampungan dan masyarakat disana juga udah banyak. Bikin kangen rumah. Hihihi


--D Ark R Ain Bow--

Delmora The Ocean's Princess: Bab 12 (Dewi Athena)

Delmora The Ocean’s Princess







Created By:
Safitri Tsa’niyah






 Bab 12
Dewi Athena

“Etiam.” Jawab Oliver yang artinya ya
“Oliver kah itu?” Tanya suara wanita itu lagi.
“Ya, Bu.” Jawab Oliver lagi. “Kau ada di seberang sana?”
“Ya. Masih beberapa meter dari jaring.” Jawab Dewi Athena.
“Bagaimana cara kami bisa menembus jaring ini?” Tanya Oliver.
“Letakan batu atau apapun untuk menghalangi petirnya.” Jawab Athena.
“Baiklah, ibu tunggu sebentar. Aku akan cari caranya.” Ucap Oliver.
Oliver berbalik menghadapiku. Di wajahnya terpeta sangat jelas ia kebingungan.
“Sekarang gimana?” Tanyaku.
Oliver memberi pandangan aneh padaku. “Aku punya satu rencana. Tapi aku masih ragu.” Ucapnya.
“Apa? Bilang aja.” Ucapku mendesak.
“Sekarang jam lima. Sebentar lagi kamu kembali jadi patung batu. Kalau perhitunganku ngga meleset, seengganya kamu akan bisa menghalangi petirnya dan memberi celah untukku lewat.” Oliver berkata panjang lebar dengan keraguan masih jelas di wajahnya.
“Baiklah, ayo kita cari tahu apakah rencanamu itu akan berhasil atau ngga.” Jawabku tenang. Walaupun jujur, aku juga ragu dan takut.
“Tapi kalau gagal?” Tanya Oliver.
“Kita ngga akan tahu kalau kita ngga coba, sayang.” Ucapku.
Oliver menengok beberapa kali arloji di pergelangan tangan kirinya dengan cemas.
Kakiku mulai kaku. Aku tahu, matahari sudah tidak sabar untuk terbit menandakan hari akan mulai lagi.
“Oliver, kakiku mulai kaku.” Ucapku seraya berjalan lebih dekat ke jaring.
Oliver merentangkan tangannya menghalangiku. “Tunggu. Kita tunggu sampai seluruh tubuhmu berubah dulu. Aku ngga mau kamu kesetrum.”
Baiklah, aku mulai merasakan lagi sensasi tidak nyaman itu.
“Kalau leher kamu sudah membatu, baru aku akan mengangkatmu maju.” Ucap Oliver.
Beku baru mencapai betisku.
“Aku selalu sayang sama kamu, Delmora.” Ucap Oliver dengan nada rendah dan sedih.
Beku mulai merajahi pinggangku. Aku ngga boleh nangis di depan Oliver. Athena berada tinggal beberapa meter lagi.
“Kita pasti ketemu ngga lama lagi, sayang.” Ucap Oliver lagi.
Beku mulai membatukan leherku. Oliver memegang pinggangku dan melekatkan bibirnya padaku. Sedetik, ia mengangkat tubuhku dan meletakkannya di tengah jaring petir dan langsung membuat celah bebas petir di sisi lainnya.
“Aku akan segera kembali, sayang.” Aku masih mendengar Oliver berkata sebelum pergi. “Theoí na mas voíthísei.” Oliver berlari.
Aku masih bisa melihat Oliver menjauh. Dan aku baru sadar, ternyata kami telah mencapai ujung gua ini. Karena Oliver berjalan tidak terlalu jauh dariku. Kira-kira hanya berjarak enam meter dari kakiku.
“Ibu?” Panggil Oliver ke dinding ujung gua.
“Oliver.” Balas Athena.
“Kau dimana, Bu?” Tanya Oliver.
“Aku tepat berada di depanmu.” Ucap Athena.
Oliver meneliti tiap senti dinding ujung gua itu. Aku juga merasa aneh. Athena seperti bersuara dari dalam dinding. Karena jelas-jelas disana tidak ada ruang lagi untuk menampung apa pun, dan siapa pun.
Theoí na mas voíthísei.” Gumam Oliver.
Oliver kembali kepadaku. Ia mengambil pedangku yang kini sudah berubah menjadi batu juga seperti aku.
Oliver mencoba memukul-mukul dinding gua dengan pedang. Dan tidak ada yang terjadi kecuali lengannya kelelahan.
Aku melihat Oliver mendekatkan mata pedang batu itu ke telapak tangannya. Apa yang akan ia lakukan? Tak usah menunggu lama, pertanyaanku langsung terjawab. Oliver menggores telapak tangannya sendiri. Ih, aku ngga kuat ngeliatnya. Tapi aku ngga bisa berkedip.
Darah mengucur cukup deras dan langsung mengenai dinding dan lantai gua yang sudah sangat kotor tanpa ditambah darah dari Oliver.
Theoí na mas voíthísei.” Gumam Oliver sambil menyebarkan darahnya ke segala sudut dinding gua.
Oliver merintih kesakitan. Tangannya tergolek lemah ke arahku. Ugh, sebuah sayatan yang cukup lebar membuat hatiku merinding—kalau aku ngga jadi batu, mungkin seluruh rambut di tubuhku berdiri. Tapi ada hal aneh yang terjadi selanjutnya.
Dinding gua perlahan mulai luntur. Seperti lilin yang dibakar api. Walaupun lelehannya tidak memadat lagi melainkan berubah menjadi uap yang sepertinya baunya lebih busuk dari kotoran kelelawar. Aku bisa melihat uapnya berwarna kuning kehijauan.
Oliver masih terduduk lemah di lantai gua. Ternyata dia lupa kalau lantai gua itu sangat amat kotor sekali. Pada situasi lain, mungkin aku akan menganggapnya jorok. Tapi untuk saat ini, aku akan memaklumi.
Tiba-tiba jaring petir yang sejak tadi menerangi seluruh lubang gua padam seketika. Yang bisa kulihat hanyalah satu warna yang membuatku sakit kepala. Hitam. Tapi tak lama kok. Karena detik berikutnya aku melihat cahaya yang lebih terang dari jaring petir tadi. Datangnya tepat dari dinding yang baru saja meleleh. Itukah Athena?
Cantik. Mungkin itu adalah satu kata simpel yang bisa menggambarkan bagaimana rupa Athena. Walaupun sebenarnya, kata luar biasa, menakjubkan, atau spektakuler lebih cocok untuknya. Dari ujung rambut hingga jempol kaki tampak sangat sempurna dan bercahaya.
“Gratias tibi, Oliver.” Ucap Athena sambil membantu Oliver berdiri, dan mengayunkan tangannya dengan lembut ke telapak tangan Oliver yang kemudian terbalut perban dengan rapi.
“Duis te, mater.” Ucap Oliver.
Aku baru sadar Oliver sangat mahir berbicara bahasa Latin. Tapi aku tidak iri padanya, sebab, sulit sekali belajar bahasa latin. Belum lagi tulisannya. Aku lebih memilih bahasa Arab daripada Latin.
Athena berjalan ke arahku dengan langkahnya yang ringan dan anggun. Athena pasti akan membuat semua wanita ingin menjadi seperti dirinya. Cantik, ramah, berani, pintar dan kuat. Uuhhhh...
Sang Dewi berhenti tepat di depan wajahku. Ia meneliti wajahku dengan seksama dan mengacungkan tangannya ke hidungku. Lalu aku tidak ingat lagi apa yang ia lakukan kepadaku. Karena aku tiba-tiba saja tak sadarkan diri.


 Previous: 

Senin, 23 November 2015

Mockingjay Part 2 (2015)

Aaaawww!!!!! Finally we met the end of Trilogy The Hunger Games.

Di part 2 film Mockingjay ini, film dibuka dengan adegan Katniss yang baru dibuka gips lehernya dan mencoba suaranya. –diambil dari ending Mockingjay part 1 Peeta mencekik Katniss.

Pikiran Peeta Mellark (Josh Hutcherson) telah dimanipulasi. Capitol telah menanamkan di pikiran Peeta bahwa Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) adalah orang yang menyebabkan kekacauan di Panem. Bahwa Katniss adalah seorang mutan yang jahat. Sementara Peeta yang sedang diterapi untuk dikembalikan lagi ingatannya dibantu oleh Primrose Everdeen (Willow Shields) yang kini telah menjadi tenaga medis profesional di usianya yang masih sangat muda. Namun Prim masih belum bisa membantu Peeta mengingat memorinya dengan baik. Kebencian Peeta pada Katniss sangat dalam.

Di samping itu, keadaan di distrik 13 sudah semakin baik. Perkembangan pemberontakan berjalan maju. Sekarang semua distrik bersatu. Mereka di bawah pimpinan presiden Alma Coin (Julianne Moore) berencana untuk menyerang Capitol. Namun sebelum bisa menyerang Capitol, mereka harus menaklukan distrik 2 yang terkenal sangat patuh dan setia pada Capitol dan presiden Snow (Donald Sutherland). Juga untuk mengambil alih gudang senjata yang ada di distrik 2.

Pada saat penaklukan pabrik senjata, Katniss tertembak dan langsung saja propo tersebut tersebar di capitol. Presiden Snow bangga. Mockingjay telah tewas.

Kini setelah pabrik senjata dikuasai oleh para pemberontak, mereka telah siap untuk melakukan serangan perang ke Capitol. Awalnya Katniss tidak diijinkan bertempur di garis depan. Tapi berkat bantuan Johanna Mason (Jena Malone)—saat mereka mengobrol di tengah acara pernikahan Finnick Odair (Sam Claflin) dan Annie Cresta (Stef Dawson)—akhirnya Katniss menemukan cara untuk menyusul pasukan para pemberontak ke Capitol.


Setelah tiba di markas para pemberontak, Katniss ditempatkan di skuad 451 pimpinan Letnan Boggs (Mahershala Ali) dan Commander Paylor (Patina Miller). Bersama dengan Gale Hawthorne (Liam Hemsworth), Finnick, Cressida (Natalie Dormer)    , Messalla (Evan Ross), Pollux (Elden Henson), Castor (Wes Chatham) dan empat prajurit pemberontak lainnya Katniss bergerak menyusup ke dalam Capitol dan harus menghindari Pod Blok yang dipasang Snow dan para Peacekeeper.

Satu persatu prajurit skuad 451 gugur. Dan masalah pun seakan ditambahkan dengan datangnya Peeta dalam tim itu. Peeta masih sering menggila saat melihat Katniss. Dan ia masih berusaha untuk membunuhnya.


Para pemberontak memulai peperangan. Penduduk Capitol dipersilakan masuk ke mansion presiden Snow untuk berlindung. Katniss dan Gale menyamar sebagai penduduk Capitol yang dievakuasi. Namun saat mencapai gerbang luar mansion, para pemberontak melakukan serangan tembakan ke para peacekeeper. Anak-anak capitol dipersilakan masuk terlebih dahulu. Dikumpulkan ke dalam gerbang mansion. Beberapa detik berikutnya datang sebuah pesawat ringan berlambang capitol yang menjatuhkan—semacam bantuan seperti di Hunger Games—yang ketika tersentuh tangan-tangan mungil anak-anak ternyata BOOOMMMM!!

Medis maju dan membantu mengevakuasi anak-anak. Katniss cukup dekat dengan mereka untuk bisa mengenali seorang medis bertubuh kecil. Serangan bom kedua jatuh diatas para medis. Prim tidak selamat.

Perang berhenti. Capitol telah runtuh. Presiden Coin telah menjadi presiden panem sementara. Lalu Katniss mendapat kesempatan untuk mengeksekusi Snow. Namun bom-bom itu bukan berasal dari Capitol.

Dengan seragam mockingjay karya Cinna dan sentuhan make up Effie Trinket (Elizabeth Banks) dan anak panahnya, Katniss membidik Snow yang terikat di pasak. Lalu ia melepaskan panahnya. Dan Coin pun tewas. Tawa keras terdengar dari Snow. Para pemberontak marah dan menghabisi Snow sendiri. Katniss diamankan.

Dilakukan pemilu darurat untuk memilih presiden Panem.  Kegiatan politik Panem selanjutnya diurus oleh Plutarch Heavensbee (Philip Seymour Hoffman). Katniss dan Haymitch Abernathy (Woody Harrelson) akhirnya dipersilakan pulang ke rumahnya di Victor’s Village di distrik 12.

Setelah berminggu-minggu kembali, Katniss kembali memulai rutinitasnya berburu di hutan. Lalu ia terkejut saat melihat Peeta juga sudah pulang.

Pikiran Peeta sudah lebih baik sekarang. Ia sudah mengingat kembali memorinya yang hilang. Ia sudah bisa membedakan mana yang nyata dan tidak nyata. Lalu ia bertanya pada Katniss. “Kau  mencintaiku nyata atau tidak nyata?” lalu Katniss menjawab “Nyata.”


Film ditutup dengan adegan dimana Peeta sedang bermain dengan anak lelakinya yang kira-kira berumur 3 tahun. Dengan Katniss yang sedang menggendong bayi perempuannya.



--D Ark R Ain Bow--
This entry was posted in

Jumat, 30 Oktober 2015

Simple Oreo Truffle



Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat Truffle oreo sederhana ini adalah:

1. Coklat Compound
2. Susu cair
3. Oreo
4. Butter/margarin


Cara buat:

1.
Pisahkan bagian tengah oreo dari biskuitnya
2.
Bentuk bulat-bulat bagian tengah oreo. Lalu masukkan ke dalam kulkas.
3.
Untuk bagian biskuitnya, hancurkan hingga berbentuk butiran seperti ini.
4.
Tambahkan butter yang sudah dicairkan ke dalam remah oreo.

5.
Aduk campuran oreo dan butter hingga rata.
6.

Siapkan beberapa ml susu dan coklat untuk dicairkan.
7.
Tambahkan cairan coklat dan susu ke adonan oreo dan butter.
8.
Aduk hingga oreo mengental dan menyerupai adonan. Lalu masukan ke dalam freezer selama kurang lebih 10 menit, agar adonan tidak lengket saat dibentuk nanti.
9.
Keluarkan isi tengah oreo dan adonannya. Bentuk bulat-bulat adonan oreo, jangan lupa isi tengahnya dengan isi oreo. Lalu masukan ke kulkas lagi.
10.
Cairkan coklat compound (tanpa campuran apapun).
11.
Masukan bola-bola oreo ke dalam cairan coklat, lumuri hingga seluruh bagian tertutupi, lalu angkat dan masukan kembali ke kulkas beberapa menit sampai coklat mengeras.
12.
Tata dalam sebuah wadah. Truffle oreo siap dinikmati.

--D Ark R Ain Bow--

Rabu, 28 Oktober 2015

The Last Witch Hunter (2015)

Ngga ada niat sama sekali untuk nonton film ini. Karena tadinya gue pengen banget nonton Goosebumps. Tapi karena kali ini gue nonton sama temen kecil gue yang baru pulang dari Hongkong, okelah gue turutin permintaannya untuk nonton The Last Witch Hunter daripada Goosebumps.

Prolog film dibuka dengan latar waktu yang masih kuno. Segerombolan orang tampak sedang meneliti sebuah pohon besar. Mereka dari organisasi Kapak dan Salib yang pekerjaannya adalah memburu Penyihir. Kali ini mereka mengincar Ratu Penyihir yang telah menyebarkan wabah hitam ke perkampungan mereka. Wabah yang disebarkan melalui lalat itu menyebabkan orang yang dirasuki menjadi kering seperti dibalsem lalu mati. Motif utama penyebaran wabah ini karena bangsa penyihir kala itu tidak menyukai manusia.





Kaulder (Vin Diesel), adalah salah satu prajurit pembasmi penyihir yang berkesempatan menghadapi Ratu Penyihir (Julie Engelbrecht) dan berhasil membunuhnya. Namun pada detik-detik kematiannya, Sang Ratu mengutuk Kaulder untuk hidup abadi dan selama hidupnya sebatang kara.



Berabad-abad telah berlalu dari jatuhnya Sang Ratu. Kehidupan Kaulder di jaman modern bisa dibilang normal. Namun pekerjaannya sebagai pemburu penyihir masih dilakukannya. Sebab, sampai saat ini pun para penyihir masih ada diantara manusia. Meskipun mereka punya satu aturan untuk tidak menggunakan sihir kepada manusia, tetap saja ada beberapa dari mereka yang melanggarnya.




Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemburu penyihir, Kaulder dibantu oleh Keturunan Dolan. Dan saat itu Dolan ke-36 (Michael Caine) mengajukan pensiun lalu digantikan oleh Dolan ke-37 (Elijah Wood).

Pada malam Dolan ke-36 mengundurkan diri, esok paginya ia ditemukan tewas di ruang kerjanya. Hal ini membuat Kaulder bingung karena tidak ada tanda-tanda ia dibunuh oleh manusia. Tidak juga ada penyakit atau apapun. Yang ditemukannya justru beberapa ekor lalat yang sudah mati.

Bersama dengan Dolan ke-37, Kaulder mencoba untuk mencari siapa pembunuh Dolan ke-36. Dan setelah dapat menyimpulkan bahwa Dolan ke-36 belum mati, Kaulder beranggapan bahwa ada seseorang yang akan membawa wabah hitam kembali ke kehidupan ini.





Atas clue yang ditinggalkan Dolan ke-36, Kaulder disuruh mengingat kematiannya. Maka ia datang ke sebuah bar milik Chloe (Rose Leslie), seorang penyihir yang mahir dalam membuat ramuan dan ternyata juga seorang Dream Walker.


Setelah bisa mengingat kembali memori kematiannya, ternyata Kaulder hidup abadi karena jantung milik Sang Ratu Penyihir masih utuh dan hidup. Sang Ratu berencana untuk lahir kembali dengan cara hidup bersama Kaulder. Jantungnya disimpan oleh Dolan pertama yang pada saat kematian Kaulder menemukannya.

Kaulder dan Chloe melanjutkan perburuan ke penjara para penyihir. Ternyata selama ini Sang Ratu membutuhkan banyak penyihir untuk melantunkan mantera untuk mengembangkan dan melepaskan wabah hitam tersebut. Disinilah terungkap bahwa Dolan ke-37 ternyata mengkhianati Kaulder. Ia mengancam akan membunuh Chloe ketika Kaulder ingin membunuh Ratu Penyihir.


Wabah berhasil lepas dengan bergabungnya Chloe melantunkan mantera di dalam pikirannya yang sudah diambil alih Ratu Penyihir. Dolan ke-37 mati karena meskipun ia berpihak pada Ratu Penyihir, dirinya tidak punya kemampuan sihir. Jadi Ratu tidak mau menerima pengabdiannya.


Duel Kaulder dan Ratu Penyihir kembali memanas. Kini Sang Ratu telah melepaskan keabadian Kaulder dan dia bisa terluka bahkan mati sekarang. Namun tak lama kemudian duel pun kembali dimenangkan oleh Kaulder. Belum sempat wabah hitam mengenai korban, sekali lagi Kaulder menyelamatkan peradaban manusia.


Kaulder menemukan jantung Sang Ratu masih berdetak. Seketika saja luka-luka ditubuhnya sembuh kembali. Ia tahu, bahwa selama jantung Sang Ratu masih berdetak, ia juga akan kembali hidup abadi.


Saat akan menikam jantung Sang Ratu, Kaulder dicegah Chloe. Padahal Kaulder ingin mengakhiri semuanya, menghapus kutukannya, dan mati dengan tenang. Tapi menurut Chloe, kehidupan tanpa dirinya tidaklah bagus. Maka jantung Sang Ratu masih terus berdetak sampai akhir cerita. Hihihi.


Dolan ke-36 sembuh total dan kembali menjadi pendamping Kaulder. Bedanya, mereka bukan lagi di bawah naungan organisasi Kapak dan Salib. Mereka melakukan perburuan penyihir atas kemauan dan tujuan mereka sendiri.



Yup satu lagi film keren yang agak kentang. Cerita awalnya sih bagus yah. Tapi menurut gue sayang banget Ratu Penyihir nya ngga sekeren namanya. Kaulder juga ngga punya kemampuan khusus selain kemampuan ala detektif yang dia milikin. Battle antara Kaulder sama Ratu Penyihir juga kurang nendang. Apalagi battle pas di ending, bikin gue sempet mikir: “Ini udah kelar?” dan emang udah kelar. Hihihi. It’s about 2 from 5.


--D Ark R Ain Bow--

This entry was posted in

Selasa, 06 Oktober 2015

Delmora The Ocean's Princess: Bab 11 (Boa Kelelawar Hantu)

Delmora The Ocean’s Princess







Created By:
Safitri Tsa’niyah






 Bab 11
Boa Kelelawar Hantu
          Aku dan Oliver melanjutkan perjalanan menyusuri gua. Suhu disini sungguh dingin. Langkah-langkah kami pun ramai karena di pantulkan gema. Sebenarnya gua ini cukup besar, tapi banyaknya stalaktit dan stalagmit yang bertebaran di langit-langitnya membuat gua ini akan sulit dilalui orang yang jangkung. Baunya pun basah dan lembab. Lantainya penuh dengan kotoran kelelawar.
          “Berapa jauh lagi kita berjalan?” Tanya Oliver.
          “Entahlah. Ferus ngga ngasih tahu apa-apa.” Jawabku.
          Setelah sepuluh langkah lagi berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara desisan yang tidak asing di telingaku. Ular.
          Aku dan Oliver saling menatap seakan takut salah satu dari kami tiba-tiba dilahap ular. Aku mengarahkan pedangku ke kanan dan ke kiri mencari sumber suara. Tapi tetap tak tampak apa pun yang menyebabkan desisan itu.
          “Oliver, jangan injak kakiku.” Ucapku. Karena aku merasa kakiku menjadi berat.
          “Aku tidak menginjak kakimu.” Ucap Oliver.
          Refleks, aku langsung mengarahkan pedangku ke kaki dan membiarkan cahayanya menyinari lantai gua.
          SSSSHHHHHHH.
          Sekitar sepuluh ular Boa sedang tidur nyenyak melingkarkan tubuhnya bagai bantal bulu yang empuk. Aku mendekap mulut dengan buku tangan menahan suara dan nafasku. Aku hampir menangis.
          “Mereka sedang tidur.” Ucap Oliver dalam bisikan.
          Aku mengangguk ketakutan.
          “Ayo pelan-pelan kita lewati saja mereka. Jangan sampai menginjaknya.” Ucap Oliver lagi lebih pelan.
          Baru satu kaki kuangkat, ular-ular itu mulai membuka lingkaran tubuhnya dan menunjukkan ukuran aslinya.
          Oliver merebut pedang dari genggamanku dan langsung menebas seluruh bagian ular yang bisa dijangkaunya. Langsung saja lantai gua menjadi penuh darah yang berwarna merah pekat dan lengket. Beberapa ular mencoba melilitku. Dan yang bisa kulakukan hanyalah meloncat-loncat seperti sedang bermain lompat tali.
          DUG. Aku terjatuh terjerembab di lantai. Dua ekor ular menindih tubuhku dan melilitku dengan kuat.
          “O-Liv er.” Aku berkata dengan suara sesak. Sebentar lagi aku akan mati.
          Oliver terlalu sibuk dengan ular-ular yang lain dan juga kesulitan untuk menjangkauku. Aku berusaha memberontak. Tapi semakin aku bergerak, ular-ular ini semakin membelit dengan kuat.
          Desisan lain terdengar dari jauh. Aku punya pikiran, saudara-saudara ular yang lain mulai berdatangan. Dan tak lewat dari semenit, puluhan ular merayap menuju santapan malamnya. Kami.
          Oliver sudah kelelahan menebas ular-ular itu yang kini bertambah banyak. Dan yang mencengangkan adalah, tiba-tiba dia berlari maju dan meninggalkanku berkutat dengan ular di atas tubuhku yang kini sudah berjumlah tujuh. Apa yang akan dia lakukan? Membiarkanku menjadi makan malam keluarga ular ini? Kini air mata telah benar-benar menetes dari pupil mataku yang kini buta lagi karena cahaya pedang telah menjauh.
          Baiklah, lebih baik dihancurkan dengan parang oleh petugas jaga pantai teluk Pangandaran daripada jadi santapan. Aku sudah tidak bisa bergerak. Oliver, dimana kamu?!
          Cahaya berwarna biru terang datang kepadaku. Awalnya kukira aku sudah berada di surga. Namun ternyata Oliver kembali dengan pasukan burungnya.
          Bukan benar-benar burung sih. Kebanyakan justru kelelawar yang terbang dan langsung membabi buta serangan ular Boa kepadaku. Sisanya ada beberapa burung hantu yang mulai mencakar-cakar ular itu. Kenapa aku tahu mereka itu kelelawar? Karena baunya sama dengan bau tubuhku yang sudah tercampur lantai gua ini.
          Sebuah tangan membantuku berdiri.
          “Delmora, kamu baik-baik saja?” Tanya Oliver.
          Aku tidak mampu berkata apa-apa. Yang kurasakan kemudian, aku sudah melayang beberapa senti dari tanah dan bergelantungan lemah di lengan Oliver. Kami kabur dari sarang ular.
          Setelah membuat jarak kira-kira setengah panjang lapangan bola, Oliver menurunkanku dari gendongannya.
Theoí na mas voíthísei
Epanèlthete se kanonikí
Aku menemukan tubuhku bergurat merah dan biru. Rasanya lelah sekali. Aku ingin tidur seharian ini.
“Oliver?” Panggilku untuk menandakan aku sudah sadar.
“Kamu baik aja, Delmora?” Tanya Oliver.
“Aku sudah lebih baik kok.” Jawabku.
Aku mencoba menggerakkan otot tubuhku, dan gagal.
“Sini aku bantu.” Ucap Oliver. Lalu ia memegang leher dan pinggangku sambil mengucapkan kata-kata dalam bahasa Yunani yang dulu pernah ia gumamkan sebelumnya saat aku masih jadi patung batu.
“Apa itu?” Tanyaku.
“Hanya doa, seperti biasa.” Jawab Oliver.
“Tapi aku bisa sembuh.” Ucapku.
“Akan kuajarkan padamu lain kali. Kita harus jalan lagi. Sekarang sudah jam empat. Sebentar lagi matahari terbit.” Oliver membantuku bangun.
Malam yang lama. Aku sampai lupa kalau pagi adalah musuhku saat ini. Kami melanjutkan perjalanan.
Sekitar dua ratus meter tertempuh kakiku dan Oliver, kami menemui jalan bercabang.
“Kita harus ke arah mana?” Tanyaku.
Oliver menimbang sambil menyorongkan pedang ke jalan sebelah kanan dan kiri secara bergantian selama beberapa kali berturut-turut.
“Sudah bisa menentukan?” Tanyaku lagi yang mulai bosan melihat Oliver bergantian memilih jalan dengan pedang.
“Ini aneh.” Ucap Oliver. “Di jalan sebelah kiri, kita bisa melihat dengan penerangan cahaya pedang. Tapi di jalan sebelah kanan, cahaya pedang tidak dapat membantu pengelihatan kita.”
“Baiklah, ayo kita ambil yang terang. Aku mulai muak dengan kegelapan.” Ucapku.
“Ngga segampang itu, Delmora.” Ucap Oliver. “Kita ambil yang sebelah kanan.”
Oliver melangkahkan kakinya melewati jalan di sebelah kanan. Mau tak mau, aku menggandeng erat lengan Oliver. Mataku buta lagi. Sama sekali tak ada cahaya disini.
Entah karena aku sangat kedinginan dan membayangkan api unggun yang bisa menghangatkan tubuhku, atau memang suhu di gua berubah panas?
Perlahan, mataku mulai berfungsi lagi. Ada sebuah cahaya besar diujung gua. Bentuknya seperti sebuah sarang dari jaring laba-laba raksasa. Tapi bersinar dan panas. Dan aku baru sadar, jaring itu terbuat dari petir. Maksudku, benar-benar petir. Karena listrik tidak mungkin ada di gua seperti ini. Dan jaring itu menutupi seluruh lubang gua, memblokir jalan kami.
Suara langkah kami masih bergaung di gua. Dan ketika kami sudah berada tepat di depan jaring petir itu, terdengar suara seseorang.
“Quis est?” Ucap suara seorang wanita di seberang jaring. Apakah ada orang?





 Previous: 

Selasa, 15 September 2015

Maze Runner: The Scorch Trials (2015)


Thomas (Dylan O'Brien) yang terpaksa harus pisah dari ibunya sejak kecil dijadikan salah satu anggota WICKED. Bertugas sebagai pegawai WICKED dan harus melihat teman-temannya secara temporaly mati demi percobaan pencarian obat penyembuh dari virus suar yang mengubah manusia menjadi semacam zombie kanibal—Crank.

Setelah berhasil melewati uji coba labirin, ternyata Thomas dan yang lainnya dibawa ke sebuah tempat di bawah pimpinan Janson (Aidan Gillen). Awalnya mereka kira mereka telah selamat dari WICKED. Setiap malam, Janson memanggil beberapa anak untuk dibawa ke dunia yang damai. Tapi itu hanyalah sebuah kebohongan. Karena nyatanya mereka tidak keluar dari tempat itu. Tubuh mereka digantung dan dikeringkan darahnya untuk membuat obat penyembuh. Ava Paige (Patricia Clarkson)—pimpinan dokter dari WICKED ternyata masih hidup. Dan Janson bekerja untuknya.

Bersama dengan teman baru yang ditemuinya di tempat itu, Aris (Jacob Lofland)—Thomas berencana untuk kabur. Setelah menemukan Teresa (Kaya Scodelario), mereka akhirnya berhasil mencapai dunia luar yang ternyata benar-benar hancur berantakan. Dan pengalaman pertama mereka bertemu langsung dengan Crank tidaklah menyenangkan. Winston (Alexander Flores) tergigit salah satu dari mereka dan lambat laun ia pun berubah semakin mirip dengan Crank. Dan akhirnya ia menyerah dan bunuh diri sebelum benar-benar berubah sepenuhnya menjadi Crank.

Thomas dan lainnya kembali melanjutkan perjalanan mencari Right Arm. Dan mereka tiba di sebuah bangunan yang dipimpin oleh Jorge (Giancarlo Esposito) dan Brenda (Rosa Salazar). Awalnya Jorge akan menjual Thomas dan yang lain kembali kepada WICKED. Namun ia berubah pikiran dan justru membantu Thomas mencari Right Arm. Tapi sialnya, di perjalanan Brenda tergigit Crank dan tubuhnya menjadi semakin buruk.

Setelah hampir tiba di pos Right Arm, mereka diserang oleh sekelompok orang yang ternyata dua diantaranya adalah teman lama Aris saat di maze—Harriet (Nathalie Emmanuel) dan Sonya (Katherine McNamara). Lalu mereka pun dibawa menemui Vince (Barry Pepper) untuk diperiksa. Dan setelah melihat keadaan Brenda, dokter Mary (Lili Taylor) meminta darah Thomas untuk menyembuhkan virus suar yang sudah hampir menguasai tubuh Brenda.

Right Arm berencana pindah tempat, tetapi semuanya kacau saat Teresa ternyata membawa WICKED kesana. Ingatannya yang sudah dikembalikan membuatnya berpihak pada WICKED. Terjadilah pertempuran antara Right Arm dan WICKED. Dan Minho (Ki Hong Lee) dibawa oleh mereka.

WICKED kembali ke markas mereka. Right Arm hanya tersisa beberapa orang. Awalnya Vince ingin membangun kembali Right Arm dengan jumlah orang yang tersisa, tetapi Thomas berencana kembali ke WICKED dan menyelamatkan Minho. Lalu Newt (Thomas Brodie-Sangster), Frypan (Dexter Darden), Sonya dan Harriet pun setuju untuk balas dendam. Akhirnya dengan jumlah yang tersisa, mereka pun berencana menjatuhkan WICKED.


Ketegangan berasa dari awal film, tengah, sampai akhir. Ngga berenti-berenti film ini ngagetin penonton dengan kemunculan Crank yang tiba-tiba, suara senjata api yang tiba-tiba, dan hal-hal lainnya yang juga tiba-tiba. Menurut gue sih, gue lebih menikmati film pertama Maze Runner. Karena alurnya lebih runtut dan pola nya lebih jelas. Tapi film ini lebih lebih mainin emosi penonton dan ngasih kesan mendalam. Solidaritas Thomas dan yang lainnya lebih ngena dan itu sedih banget. Juga hubungan antara Brenda yang suka sama Thomas, tapi Thomas suka sama Teresa, yang ternyata Teresa berkhianat.


--D Ark R Ain Bow--
This entry was posted in