Sabtu, 22 Juni 2019

Me With My First Braces | Pakai Behel Pertama Kali. Cerita Pasang Behel Part 2 of 3 (Scalling, Cabut, Tambal)

Jumat, 21 Juni 2019

Setelah menunda nunda nunda sampai mau check up lagi, akhirnya gue pun mau ga mau harus rontgen. Ini sih gue juga dari dulu paling males. Maklum aja gue paling jarang berhubungan sama jasa kesehatan, jadi rasanya males banget nyampurin diri sama hal beginian.

Yah pokoknya hari ini gue akhirnya rontgen lah ya.

Ada 2 jenis pemeriksaan yg diminta dokter gigi gue untuk gue lakukan. Yaitu panoramic dan cephalometri.


Buat yang belum baca Part 1 bisa kesini : Me With My First Braces | Pakai Behel Pertama Kali. Cerita Pasang Behel Part 1 of 3 (Konsultasi & Cetak Gigi)


Gue rontgen di lab Parahita warung buncit. Setelah parkirin motor, gue pun masuk. Disana pas masuk itu ada mesin ambil antrian. Tapi karena saat itu lagi sepi banget dan ngga ada yang antri sama sekali selain gue, jadi gue disuruh langsung berhadapan dengan meja pendaftaran.

Mbak nya tanya apa yang bisa dia bantu. Gue langsung kasih surat rujukan dari dokter gue lalu dia pun minta KTP. Setelah ngetik-ngetik beberapa saat, gue disuruh bayar. Untuk pemeriksaan panoramic dan cephalometri ini, gue dikenakan IDR 560.000 untuk dua pemeriksaan itu. Setelah selesai pembayaran gue dikasih beberapa lembar kertas dan kwitansi pembayaran.

Kertas itu disuruh dibawa ke lab radiologi dan disitu gue daftar lagi. Mbak di lab radiologi bilang nanti akan dipanggil lagi. Gue pun menunggu, dan gak lama kemudian gue dipanggil masuk ke ruang lab nya.

Disana ada semacam alat yang tinggi banget sih. Pertama gue disuruh lihat kaca di alat itu sambil gigit bagian lain alat itu. Setelah dokternya pencet beberapa tombol di ruangan lain, ada bagian alat itu yang jalan muterin kepala gue.

Yang kedua, gue disuruh pindah ke sisi lain alat itu. Ada kedua ujung yang dimasukan ke lubang telinga gue. Lagi lagi ada alat yang muterin kepala gue.

Dan selama rontgen kita ngga boleh pakai perhiasan ya. Anting, kalung, dan jarum pentul untuk yang berjilbab juga harus dilepas dulu.

Lalu gue pun selesai di lab radiologi dan tinggal nunggu hasilnya selesai. Besoknya gue balik lagi ke dokter gigi.

Sambil bawa 2 hasil rontgen itu, gue pun diperiksa lagi. Sorry to say kalau kali ini gue merasa dokternya agak kurang ramah dan beda banget dari waktu konsultasi pertama kali. Ngerti sih itu udah cukup malem banget. Dia pasti udah capek kerja seharian, jadi gue mah sabar-sabarin aja. Sampai dokternya nanya-nanya juga gue jawab cuma sekena nya, karena gue juga memang orang nya ngga suka banyak ngomong. Agak awkward sih. Tapi overall kontrol hari itu cukup lancar.

Hari itu gue melakukan cabut dan tambal. Sama scalling juga. Pertama yang dilakuin itu scalling. Prosesnya sekitar 30 menit, mungkin lebih. Karena ini pertama kalinya gue scalling, dokternya bilang karang gigi gue cukup banyak. Jadi dia juga PR banget ngerjainnya. Setelah itu dua gigi geraham bawah gue ditambal. Hasil tambalan nya cukup rapi sih.

Dan yang paling epic adalah saat cabut akar gigi gue yang tinggal setengah. Ini adalah buah dari gigi gue yang bolong udah dari kelas 2 SD. Iya beneran kelas 2 SD (sekitar tahun 2002). 

Jadi waktu pas masih kecil gue sudah beberapa kali tambal gigi itu. Tapi ya namanya masih kecil, setelah tambal gigi pun makannya ngga dijaga (ngga ngerti juga kalo itu bisa merusak tambalannya). Akhirnya pernah waktu SMA gue sampe bolak balik dokter gigi untuk merawat kembali gigi yang udah bolong tambah gede itu. Tapi setelah ngga sakit lagi, gue pun kembali mengabaikan gigi itu. Saat itu gue masih ngga mau cabut gigi nya karna masih ngga siap buat punya gigi ompong, padahal dokter giginya udah bilang kalau gigi ini memang harus dicabut aja. Guys ini salah banget, saran gue pokoknya kalo kalian punya kasus serupa, just trust your dentist, they know what to do.

Lalu setelah sekitar 3 tahun setelah perawatan gigi itu di SMA, gue kembali merasakan sakit gigi luar biasa. Sempet udah punya nyali untuk cabut gigi. Tapi setelah ketemu dokter gigi nya, dia bilang kalo gigi bolong gue ini udah komplikasi. Jadi akar yang tumbuh itu tumpang tindih sama gigi di sebelah nya. Maka dari itu dia ngga berani untuk cabut gigi tanpa gue memberikan hasil rontgen.

Setelah dikasih rujukan rontgen, bukannya rontgen, gue malah membiarkan lagi gigi gue begitu aja. Jadi setelah saat itu setiap selesai makan, pasti ada aja sisa makanan yang nyangkut di gigi itu. Dan itu gue rasain selama hampir 3-4 tahun.

Sampai pada saat gue mau pasang behel ini lah. Akhirnya gigi bolong gue berhasil dicabut.

Seseneng itu dong gue waktu dokter bilang "iya kok gigi kamu udah di cabut semuanya ya sekarang."

Itu kayak mimpi banget. Ya bayangin aja gue ngerasain gigi gue bolong dari kelas 2 SD itu kira-kira umur 6 tahun. Giginya baru dicabut sepenuhnya setelah gue berumur 23 tahun :’)

Setelah cabut gigi gue dikasih resep obat untuk pereda nyeri. Dan disuruh gigit kasa selama kurang lebih satu jam. Iya gusi gue masih berdarah saat itu.

Ada beberapa hal yang ngga boleh dilakuin setelah cabut/tambal gigi.

1. Sebaiknya jangan kumur dulu 1 jam setelah dicabut.

2. Tampon atau kasa digigit 30 menit s/d 1 jam.

3. Jangan makan di bagian gigi yang dicabut.

4. Hindari asam, pedas, panas.

5. Jangan mainkan bekas luka dengan lidah ataupun dikorek.

6. Minum obat jika sakit.

7. Kompres dengan air dingin.

8. Jika pendarahan tidak segera berhenti, segera ke rumah sakit terdekat.

9. Hindari merokok.

10. Hindari minum alkohol.


Sebelum pulang, gue mampir ke apotek untuk beli obat yang diresepkan dokter. Kaget banget dong ternyata obat nya murah meriah banget. Tiga ribuan itu dapat satu strip isi 10 butir. Gue pikir tuh sampai dua puluh ribuan lebih gitu. Panadol aja harganya hampir sepuluh ribu kan. Hahaha,  moodbooster banget ngga sih kalo beli barang harganya diluar ekspektasi begitu? Apa gue doang?


Enjoy Part 3 : Me With My First Braces | Pakai Behel Pertama Kali. Cerita Pasang Behel Part 3 of 3 (Pasang Behel)



-- D Ark R Ain Bow--



Rabu, 19 Juni 2019

The First English Test



Dari SD sampai SMP gue benci banget pelajaran Bahasa Inggris. Tapi entah mengapa, gue menjadi murid kesayangan guru Bahasa Inggris di SMA.


Alasan guru Bahasa Inggris mengidolakan gue di kelasnya adalah, katanya Bahasa Inggris gue bagus. Dia belum pernah menemukan anak yang secemerlang gue selama dia mengajar di sekolah itu. Dia bilang dari cara gue bicara dengan Bahasa Inggris, pengucapan gue bukan seperti anak-anak yang lainnya (fyi ini sebelum medsos se-berkembang sekarang dan anak-anak jago-jago banget bahasa inggris). Dari segi penulisan dan penguasaan kosakata pun gue lebih unggul. Padahal untuk ukuran anak-anak di SMP gue dulu, gue itu--mainstream banget.

Lalu dia makin jatuh hati setelah melakukan tes lab Bahasa Inggris pertama kali pada angkatan gue saat itu. Jadi tes lab Bahasa Inggris yang gue maksud disini itu mirip tes TOEIC atau TOEFL gitu. Tes yang terdiri dari beberapa bagian seperti SpeakingListeningReading dan Writing yang kebanyakan soalnya dibacakan oleh kaset yang diputar di ruang lab.

Saat itu gue mengerjakan ujian dengan durasi yang sama dengan anak-anak lain di angkatan gue. Dan gue pun ngga mendapatkan pelajaran tambahan sebelumnya. Tapi gue merasa kalau ujian Bahasa Inggris saat itu bisa gue kerjakan dengan baik walaupun banyak soal yang gue ngga yakin pasti benar jawabannya.

Mengenai soal Listening, menurut gue, gue cukup familiar dengan mendengarkan orang bicara Bahasa Inggris lewat kaset. Thanks to DVD bajakan yang gue beli di abang-abang pasar malem, kebanyakan film barat yang gue tonton dari kaset abang-abang itu subtitle-nya ngaco dan kadang terjemahannya ngasal banget. Jadi, selama gue nonton film dari kaset bajakan itu, keseringan gue nonton film sambil megang kamus dan remote untuk pause beberapa scene yang dialog nya panjang dan ngga ada subtitle nya. Iya, emang se-repot itu.

Setelah hasil dari ujian itu keluar, dari awal gue masuk kelas Bahasa Inggris, (SMA gue moving class, jadi gurunya udah nungguin di dalam kelas dan kita yang samperin gurunya) btw kelas Bahasa Inggris menggunakan ruangan lab bahasa, tahu warnet atau game center kan? modelnya begitu, bedanya ngga ada PC nya aja, cuma ada headset sama beberapa tombol di mejanya yang terintegrasi sama PC guru untuk jawab pertanyaan.

Wajah guru gue saat itu rada aneh. Jutek ke anak-anak tapi senyum lebar begitu lihat gue melewati ambang pintu.

Tanpa basa basi, setelah anak terakhir masuk ke dalam kelas dan menutup pintu di belakangnya, guru gue langsung mencak-mencak. Dia marah-marah ke semua anak-anak di kelas.

Dia kecewa karna hasil test waktu itu benar-benar hancur parah. Sewajarnya anak-anak, mereka pun kepo dong separah apa hasil test itu sampai-sampai guru yang terkenal student-friendly itu mencak-mencak keheranan.

"Emang sesulit apa sih ini soalnya? Masa nilai kalian anjlok semuanya? Bukan cuma kelas ini doang, empat kelas yang Ma'am ajar nilainya begini semua."

Berapa sih nilainya Ma'am, kepo ih.

Sampai ada satu anak perempuan yang memang terkenal suka deketin guru-guru gitu, maju ke meja guru Bahasa Inggris tersebut untuk membicarakan secara diplomatis soal hasil ujian yang katanya hancur banget banget itu.

Biasanya guru itu fine aja sama si anak itu, tapi kali ini si anak langsung disuruh duduk mentah-mentah dan agak kasar.

Atas desakan banyak mulut di kelas itu, guru itu pun membacakan nilai secara random.

"Nih, masa si Budi dapet nilai 8." ucap guru itu. By the way, si Budi ini biasanya paling semangat sama setiap pelajaran dan selalu disebut caper sama guru-guru.

Kelas langsung ribut. Mereka berpikir kalau dapat nilai 8 aja sudah hancur, apa sih yang dimau guru ini?

"Yaelah Ma'am itumah bukan hancur, Ma'am nya bercanda aja nih." celetuk salah satu anak.

"Hey, skor nilai tertingginya itu 100 tahu!" Bentak guru itu.

Kelas langsung sunyi, namun tak berapa lama beberapa anak mulai tertawa dan mulai berbisik dan celoteh lagi. Guru itu memang sedikit membentak, namun nadanya tidak serius benar-benar marah.

"Tuh, si Siti dapat 15, Aminah dapat 18, paling banyak tuh yang belasan."


Guru itu menarik nafas dalam sebelum melanjutkan bicaranya.


"Kelas ini cuma dua orang yang lulus KKM (--Lupa deh ini kepanjangannya apa, pokoknya batas aman nilai lulus gitu deh). Sania sama si Anu."


Seketika saja semua mata tertuju pada gue yang lagi serius nyimak guru itu tapi masih ngga sadar kalau nama gue yang disebut lulus KKM, soalnya guru ini kalo manggil itu nama belakang gue, katanya nama belakang gue manis.


Berapa Ma'am? Ucap seseorang di belakang gue.

"Si Anu dapat nilai 60." ucap guru itu.

"Safi berapa Ma'am?" teriak salah seorang dari ujung kelas dengan tingkat kepo level 9.


"Safi dapat nilai tertinggi diantara semua kelas yang Ma'am ajar. 86."

Whaatthefaaakk. Serius lo?

Seketika semua langsung berisik lagi. Karena gue di sekolah itu tidak mencerminkan sikap seorang anak yang pintar dan teladan. Gue lebih sering terdengar sebagai anak tenang tapi troublemaker, bukan tipe yang sering menawarkan diri untuk bantu guru hapus papan tulis, ngumpulin atau bagiin kertas ulangan, atau sekedar ngambilin barang-barang guru yang ketinggalan dari ruang guru. Pokoknya gue berusaha sebisa mungkin untuk ngga kelihatan deh di kelas. Jadi yaa anak-anak pada penasaran kenapa gue bisa dapat nilai tertinggi. Banyak yang 'wiih anjir keren.' ada juga yang 'contekannya mantap banget.'


I don't give a shit, bro.


Saat itu gue beneran ngerjain soal sendiri. Tanpa nyontek, tanpa bantuan temen, tanpa tau kunci jawaban. Gue yang malah keheranan sama teman sekelas yang lain. Karena menurut gue, soal yang kemarin buat ujian itu ngga terlalu susah. Gue sudah belajar semua materi pelajarannya di SMP. Yang literally, pelajaran Bahasa Inggris ya emang gitu gitu aja. 16 tenses, Modals, Clauses sentense, dan pengulangan dari materi SMP lainnya. Satu-satunya yang baru disitu adalah pengajarnya..






--D Ark R Ain Bow--

Minggu, 16 Juni 2019

Me With My First Braces | Pakai Behel Pertama Kali. Cerita Pasang Behel Part 1 of 3 (Konsultasi & Cetak Gigi)

Sabtu, 15 Juni 2019

Hari ini adalah konsul gigi pertama gue di klinik Hana Dental (ini julukan aja ya, soalnya gue ngga mau sebut nama klinik aslinya. Hana=Satu dalam bahasa Korea, karena gue pasang behel lebih dari satu kali). Pertama yang ditanyain dokternya adalah alasan kenapa gue mau pakai behel.


Gue memang pengen pakai behel sejak SMP. Karena gigi gue yang berantakan. Dua gigi depan gue yang segede gigi kelinci dan agak maju dan miring, juga gigi taring yang gingsul dan bertumpuk dengan gigi sebelahnya. Waktu itu sempat ngga pede kalau senyum atau ketawa karena kondisi gigi gue. Tapi apa daya kan, perlu dana yang lumayan untuk pasang behel, dan saat itu gue belum punya penghasilan juga. Jadi ditahan dulu deh keinginan untuk berbehel sampai lulus kuliah dan kerja.


Setelah itu dokter periksa kondisi gigi lalu menjelaskan produk yang mereka punya dan yang dia rekomendasikan sesuai dengan keadaan gigi kita. Sayangnya mereka ngga punya model contoh atau katalog selagi menjelaskan produknya, jadi jujur aja, agak blur sih gue. Cuma bisa iya-iya aja dan percaya aja apa yang dia tawarkan dan rekomendasikan untuk gigi gue.

Gue disuruh milih dan deal mau pakai jenis braces yang mana. Setelah pilih jenis braces, dokter kembali nyuruh gue duduk di kursi periksa untuk melakukan cetak gigi. Jadi dia masukin semacam sesuatu kayak permen karet ngga lengket ke dalam rongga mulut kita sampai gigi depan dan belakang kita semua nya tercetak disana.

Cetak gigi selesai akhirnya rangkaian konsultasi hari itu selesai. Gue tinggal bayar biaya nya.

Untuk biaya sendiri, di klinik Hana Dental ini ada beberapa paketannya yang sudah termasuk scalling, cetak gigi. Waktu reservasi gue milih promo behel seharga IDR 1.300.000 untuk standard metal braces. Tapi setelah dikasih saran dan rekomendasi dari dokter sesuai keadaan gigi gue tadi, akhirnya gue ganti paket. Jadinya gue ambil paket behel clarity metal braces seharga IDR 4.000.000 dengan cashback IDR 500.000. Harga itu sudah didiskon 50% dari harga awal yang IDR 8.000.000.

Setelah itu gue pun dibuatkan surat rujukan untuk rontgen gigi panoramic dan cephalometri, juga sekalian dibuatin jadwal check up berikutnya untuk tahap scalling dan cabut gigi.

Awalnya gue mau langsung bayar cash untuk biaya paket nya. Tapi saat itu kartu dan m-banking gue kayaknya lagi bermasalah, jadi dananya belum masuk ke rekening klinik. Karena gue udah transfer dan udah sukses di mutasi rekening tapi transaksinya belum sukses. (Yang ini nanti gue jelasin di pos lain kalo ngga males).

Akhirnya karena uang yang udah terpotong itu belum balik ke rekening gue, gue pun bayar DP aja di hari itu. Dan memang disini bisa bayar DP dulu yah. Nanti pelunasannya pas pemasangan.

Untuk pasien baru, dikenakan biaya administrasi sebesar IDR 100.000, ini untuk bikin semacam kartu member gitu. Biar nanti pas kontrol bisa dapat diskon member. Tapi CRO (atau mba-mba yang di bagian admin) nya tawarin kok kalau kita mau hemat biaya pendaftaran sampai cukup bayar IDR 5.000 aja, caranya gampang banget. Tinggal bikin review positif tentang klinik ini dan kirim screenshoot review kita ke Whatsapp CRO nya. Langsung deh dapat potongan biaya pendaftaran sampai IDR 95.000.

Dari sini gue jadi tertarik banget buat bikin postingan tentang strategi marketing klinik favorit ini. Nanti ya kalau ada waktu kayaknya seru untuk dibahas.

Setelah itu rangkaian konsultasi dan pemeriksaan hari itu pun selesai. Gue tinggal rontgen dan balik lagi di jadwal check up berikutnya.


Enjoy next Part 2 : Me With My First Braces | Pakai Behel Pertama Kali. Cerita Pasang Behel Part 2 of 3 (Scalling, Cabut, Tambal)



 -- D Ark R Ain Bow--