Kamis, 07 April 2016

Delmora The Ocean's Princess: Bab 13 (Kelahiran Oliver)

Delmora The Ocean’s Princess







Created By:
Safitri Tsa’niyah





 Bab 13
Kelahiran Oliver
Aku merasakan belaian lembut yang mencoba menyingkirkan rambut-rambut nakal di keningku. Apakah ini surga? Bukan. Aku sudah tiga kali hampir mati. Tapi nyatanya aku masih hidup dan bernafas. Tapi mungkin yang selama ini aku lihat hanyalah mimpi. Ya. Pasti mimpi. Nyatanya aku masih disini. Di rumah. Dan bergerak. Tidak ada yang namanya jadi patung batu atau ikan badut. Medusa tidak ada, Athena tidak dikurung, dan aku bukan anak Poseidon. Ya, pasti aku hanya bermimpi.
Pemilik tangan yang membelaiku tersenyum. Aku baru hendak duduk di tempat tidur hangatku, tapi tangan di keningku berpindah ke badanku dan membiarkan aku berbaring lebih lama. Itu memang lebih baik. Karena aku baru sadar betapa pegalnya tubuhku.
“Sayang.” Panggil pemilik tangan yang ternyata ibuku.
“Ibu? Aku haus.” Ucapku lemah.
Ibuku menyodorkan segelas air putih ke mulutku. “Tentu saja kamu haus. Kamu tidur selama tiga hari.” Ucap Ibuku.
Tiga hari? Nah, benar kan kataku. Aku tidur cukup lama untuk memimpikan petualanganku yang luar biasa itu. Tapi kemudian sesuatu mengganjal hatiku.
“Oliver mana?” Ucapku.
“Dia ada di sebelahmu.” Jawab Ibuku.
Aku menengok ke tepi tempat tidur. Kepala Oliver terkulai lemah berbantalkan tangannya yang dilipat. Ia tertidur.
“Dia ngga mau pindah. Dia nunggu kamu sejak kalian pulang.” Jelas Ibuku.
“Pulang? Pulang dari mana?” Tanyaku.
“Kalian menyelamatkan Athena, ingat?” Jawab Ibuku.
“Athena?” Jadi aku ngga bermimpi selama ini? Aku langsung bangun dari posisi tiduranku dan menyentakkan kasur cukup keras untuk membangunkan Oliver.
“Ibu akan menyiapkan makanan untuk kalian.” Ucap Ibuku seraya meninggalkan kamarku.
Oliver langsung mengucek matanya dengan semangat ketika melihatku. “Delmora.” Ucapnya penuh haru.
“Katanya aku tidur selama tiga hari?” Tanyaku.
“Iya. Ternyata kamu benar-benar kelelahan setelah dari gua.” Ucap Oliver.
“Tapi aku ngga inget apa-apa setelah Athena menyentuh hidungku.” Ucapku.
“Athena bilang, butuh waktu cukup lama untuk mengembalikan kutukan Medusa. Kau ingat saat aku melakukannya untukmu? Setelah lima hari baru manjur.”
“Dan, kalian berhasil membawaku pulang?” Tanyaku.
“Naik Ferus. Kita harus cepat, kan?”
Ada banyak pertanyaan yang berlari-lari di kepalaku saat itu. Tapi saat aku mau mengajukannya, perutku menandakan aku benar-benar lapar.
Di ruang makan, aku tidak hanya melihat ibuku sendiri. Tapi di tambah dengan ayahku Poseidon dan Ibu Oliver, Athena.
“Terpujilah para Dewa.” Ucap Athena begitu aku masuk ke ruang makan.
“Selamat datang kembali, Delmora.” Ucap Poseidon.
Aku menyunggingkan senyuman. “Jadi, urusan kalian sudah selesai?” Tanyaku sambil mengambil tempat di sebelah Poseidon.
“Berkat kalian berdua.” Ucap Poseidon.
“Kami sangat berterima kasih pada kalian.” Sambung Athena.
Aku kembali tersenyum. Ternyata benar kenyataan antara aku, Oliver, Poseidon dan Athena.
Kami makan dengan suasana ramai dan hangat. Walaupun Poseidon dan Athena tidak ikut menyantap makanan seperti kami, mereka saling berbagi cerita dengan serunya. Tapi aku memperhatikan wajah Oliver yang justru murung sejak kami duduk mengelilingi meja makan.
Setelah makan selesai, Oliver langsung meninggalkan meja tanpa sepatah kata pun. Karena merasa ada yang tidak beres, aku pun menyusul tak lama setelah ia mengangkat bokongnya dari kursi.
“Oliver, ada apa?” Tanyaku ketika sampai menyusul Oliver.
Oliver tidak langsung menjawab. Ia diam beberapa saat sebelum menjawab pertanyaanku yang singkat itu. “Ada sesuatu.” Jawabnya setelah berpikir dan menimbang.
“Apa?” Desakku.
“Aku masih bingung dengan Athena.” Ucapnya.
“Apa maksudmu?” Tanyaku juga bingung.
“Kalau dia memang ibuku, bagaimana bisa dia mengandungku dalam perutnya? Lagi pula setahuku, Athena tidak pernah berhubungan dengan laki-laki, apalagi manusia.” Ucap Oliver.
Jujur, aku juga tidak tahu cara menjawab pertanyaan ini. Selama beberapa lama kami berdua hanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Oliver, raut wajahnya sangat sulit dibaca. Lalu seseorang datang dan membuyarkan lamunan kami.
“Aku meminjamkannya.” Ucap Athena dari balik tubuh kami.
“Apa maksudmu?” Tanya Oliver setengah kaget.
“Aku meminjamkan rahimku pada ibumu dulu. Dia wanita yang cantik dan sangat baik. Tapi, seperti kebanyakan orang baik, mereka punya kehidupan yang tidak terlalu baik. Ibumu tidak bisa memiliki anak dari rahimnya sendiri. Dan selama bertahun-tahun dia sudah mencoba berbagai hal. Sampai sangat putus asanya, dia mau ayahmu menikahi wanita lain agar mereka bisa punya keturunan.” Jelas Athena dengan suara yang sangat menentramkan tapi juga berwibawa.
Ada banyak pertanyaan yang berseliweran di kepalaku. Tapi sepertinya Athena masih mau bercerita. Jadi kutahan semua pertanyaanku dan menunggu Athena berbicara lagi.
“Saat hari kelahiranmu, aku menyaksikannya dengan jelas. Sayangnya ternyata ‘meminjamkan’ berarti lebih daripada yang kami semua bayangkan. Kau mewarisi beberapa sifat dewa-ku. Ibumu tidak terlalu kuat untuk melahirkanmu secara normal, mengingat kelahiranku sendiri tidak normal. Dokter kalian membuat pilihan siapa yang akan diselamatkan karena kau dan ibumu tidak bisa diselamatkan keduanya.”
“Ayahmu sudah membuat keputusan untuk menyelamatkan ibumu saja. Dia tidak tega melihat ibumu mengalami kesakitan yang luar biasa, dia sangat mencintainya. Tapi ibumu tidak merasa demikian. Dia ingin kamu yang selamat. Dia sangat menginginkan adanya seorang anak di keluarga. Sempat ada perselisihan antara ibu dan ayahmu. Tapi akhirnya ibumu-lah yang mengalah untuk kehidupanmu sekarang ini. Kau lahir dengan sempurna. Ketampanan luar biasa untuk seorang bayi yang lahir setengah dewa.”
“Kamu sempat tinggal beberapa bulan dengan ayahmu. Tapi kuperhatikan, semakin lama hati ayahmu semakin teriris setiap melihat wajahmu. Dia sangat merindukan ibumu dan selalu begitu setiap dia melihatmu. Akhirnya dia tidak tahan dan membunuh dirinya sendiri. Aku mengambilmu dan menitipkannya pada nenekmu. Aku tidak bisa mengurusmu secara langsung. Tapi sedikit banyak aku telah membantu nenekmu membesarkanmu sampai sekarang.”
“Jadi orangtuaku meninggal karena aku?” Tanya Oliver marah.
“Kamu jangan salah sangka, anakku.” Ucap Athena. “Aku tidak bermaksud bilang kamu adalah alasan orang tuamu meninggal.”
“Lalu apa?” Tanya Oliver semakin naik pitam.
“Beberapa waktu setelah mereka meninggal, mereka pernah mengunjungiku. Mereka bilang, mereka sangat menyayangimu. Dan mereka menitipkan kamu kepadaku. Mereka bilang, mungkin aku akan lebih berhasil merawatmu daripada mereka.”
Aku merasa seluruh bulu di lengan dan tengkukku berdiri semua. Aku merasa terharu sekaligus sedih mendengar cerita Athena barusan.
“Percayalah, Oliver. Mereka sangat menginginkanmu. Tidak ada alasan mereka tidak menyayangimu. Dan walaupun mereka sudah tidak lagi bersamamu, kau masih miliki aku. Darahku mengalir dalam tubuhmu juga.” Athena berkata dengan sabar.
Oliver tertunduk dalam diam. Aku melihat air mata mengalir ke pipinya sekilas. Tapi dia mencoba sebisa mungkin menyembunyikan wajahnya dari pandanganku dan Athena.
“Aku selalu jadi ibumu, Oliver.” Athena mengakhiri obrolan dan berjalan masuk ke dalam rumah lagi.
Aku tetap di tempat untuk memastikan Oliver tidak apa-apa. Meskipun sepertinya Oliver sedang ingin sendiri, aku tidak bisa membiarkannya sendirian dalam keadaan ini. Aku tahu perasaannya sangat sedih.
Aku membelai punggung Oliver dengan lembut. “Oliver. Kamu ngga apa-apa?” Ucapku perlahan.
Oliver menyandarkan kepalanya pada bahuku. Kini aku bisa melihat dengan jelas butir air mata yang mengalir cantik ke pipinya. Bahkan saat sedang menangis seperti ini pun, ia tetap terlihat sangat tampan. Aku merangkulnya dengan harapan bisa mengembalikan semangat dan mengikis rasa sedihnya. Oliver tampak seperti seorang anak kecil yang kehilangan ibunya di tengah hujan badai. Ia menggigil tertahan dalam pelukanku.



 Previous: 
 Next: