Banyak yang terjadi selama gue ngga punya pacar hampir setahun. Salah satunya adalah gue sempat dekat sama cowok sekelas gue dulu di SMA. Gue dan dia punya hubungan yang hampir seperti sahabat. Gue selalu menganggap dia abang gue karena umur nya memang lebih tua dari gue beberapa tahun. Saat itu entah kenapa kita jadi cukup dekat untuk curhat satu sama lain. Hal yang ngga pernah terjadi diantara kita sebelumnya. Dia waktu itu juga lagi ngga punya pacar dan masih belum bisa move on dari mantannya. Gue pun berada di posisi yang sama. Mantan gue kala itu sempat selingkuh dari gue dan akhirnya gue mutusin dia.
Dia tipe cowok yang good boy. Punya reputasi
baik diantara para guru, suka kebersihan dan bersih-bersih, aktif di ekskul
futsal, serius, kadang humoris juga dan bisa dibilang bapaknya anak-anak di
kelas selama SMA dulu. Pokoknya kalau dia udah marah, suasana kelas langsung
berubah suram. Karna kalau dia marah, pasti yang kena dampaknya satu kelas.
Saat sekolah dulu gue ngga pernah mikir kalau kita akan sedekat itu. Gue yang 'sengak' ga cocok banget sama good boy kayak dia kan? Tapi gue lihat sih dia juga bingung sama kepribadian gue yang kayak gini. Dulu kita dekat di kelas kalau lagi diskusi soal pelajaran doang. Dia memang bisa dibilang rajin banget belajar, tapi unlucky, gue yang lebih pinter dari dia meskipun selama pelajaran keseringan gue habiskan untuk tidur siang.
Saat sekolah dulu gue ngga pernah mikir kalau kita akan sedekat itu. Gue yang 'sengak' ga cocok banget sama good boy kayak dia kan? Tapi gue lihat sih dia juga bingung sama kepribadian gue yang kayak gini. Dulu kita dekat di kelas kalau lagi diskusi soal pelajaran doang. Dia memang bisa dibilang rajin banget belajar, tapi unlucky, gue yang lebih pinter dari dia meskipun selama pelajaran keseringan gue habiskan untuk tidur siang.
Saat itu kita habis tukar cerita. Dia sempat menganggur setelah lulus SMA sedangkan gue udah
dapat kerja. Untuk cowok yang belum kerja (apalagi umurnya udah jauh dari gue)
dia merasa ngga percaya diri banget. Teman-teman sekelas kita kebanyakan udah
dapat kerja. Tapi cowok ini tipe yang pemilih. Dia punya kriteria sendiri untuk
cari pekerjaannya. Jadi dia juga sempat stress karena itu. Dia ngga pernah ikut
ngumpul sama teman-teman sekelas karena agak malu sama keadaannya saat itu.
Sikapnya sama orang-orang jadi tambah dingin. Dan dia sempat kayak menarik diri
dari pergaulan.
Oh iya, yang
gue bilang dekat itu, kita sampai sms-an seharian. Literaly 24 jam sehari. Gue
cukup terhibur sih sama kedekatan kita. Sampai akhirnya hal itu terjadi.
"Gue suka sama lo, lo mau ngga jadian sama gue?"
Kata-kata itu
akhirnya keluar. Tapi bukan dari cowok itu. Melainkan gue.
Gue ga tau gue mikir apa saat itu. Gue ngga pernah nembak cowok sebelumnya. Gue bukan tipe cewek yang suka ngumbar rasa suka. Kalo mama gue tau gue nembak cowok, pasti gue diomelin abis-abisan. Karena menurut dia, cewek itu harus gengsi, dan cewek agresif mendapat nilai buruk di matanya. Gue juga ngga pernah sadar kalo gue suka sama cowok itu sampai pengen jadiin dia pacar. Di saat semua orang ngejauhin dia karena sikapnya, gue malah mau jadiin dia pacar gue.
Setelah sadar
apa yang telah gue lakuin, gue mikir. Kalau sampai dia nerima gue gimana? Apa gue siap
pacaran sama dia? Padahal gue masih ngga yakin sama perasaan gue saat itu. Tapi
kayaknya saat itu gue nembak dia karena gue yakin gue bakal ditolak.
Jadi gini, bukannya gue mau bohongan nembak (misalnya giliran ditolak gue bilang 'haha iya gue bercanda kok, jangan dianggap serius ya' ngga, gak gitu juga. Tapi gue lebih ke 'kalau dia nerima gue ya kita coba jalanin aja') gue lebih pengen ngasih kesan dia itu masih deserve all the love in the world.
Jadi gini, bukannya gue mau bohongan nembak (misalnya giliran ditolak gue bilang 'haha iya gue bercanda kok, jangan dianggap serius ya' ngga, gak gitu juga. Tapi gue lebih ke 'kalau dia nerima gue ya kita coba jalanin aja') gue lebih pengen ngasih kesan dia itu masih deserve all the love in the world.
Bayangin lo
punya teman cowok yang habis ditinggal pacarnya (btw mantannya langsung punya
pacar baru dong) terus dia udah lulus sekolah tapi belum dapat kerja sementara
untuk cowok seumur dia, harusnya dia udah kerja (fitrahnya cowok setelah
selesai pendidikannya kan kerja selama sisa hidupnya ya), dia pun anak pertama
di keluarganya, dia lagi menarik diri dari lingkungan pergaulannya, teman cewek
pun dia ga punya banyak selain teman-teman cewek sekelas. Gue ngerti banget ada
di posisinya saat itu pasti berat. Merasa kalau dia gagal di segala aspek
kehidupannya.
Dengan gue
nembak dia, gue berharap akan berdampak di rasa percaya dirinya. Gue mau dia
merasa kalau masih ada orang yang mau dia. Masih ada orang yang mau terima dia
apa adanya. Masih ada orang yang akan dengerin segala keluhannya. Dan gue yakin, orang itu bukan cuma gue aja.
Cowok itu
sempet shock luar biasa. Dia pun mengutarakan pendapatnya yang bilang kalau selain saat nya ngga tepat, dia ngga pernah melihat gue dari sisi yang itu. Dia
ngga pernah mikir gue untuk jadi pacarnya (jujur gue pun ngga) dan lagi dia
juga bingung kenapa gue nembak dia setelah gue tau segala masalah yang dia
sedang hadapi saat itu.
'Sorry saf, kita temenan aja ya. Lo kan tau kondisi gue lagi kayak gimana. Gue ga mau jadi beban. Gue juga belum siap pacaran lagi.'
Gue menarik
nafas lega.
Mungkin
beberapa dari kalian punya pengalaman kalo teman yang habis nembak dan ditolak,
bakalan canggung setelah nya.
But no, in my story we going so well.
'Bener ya
temenan. Please jangan berubah setelah ini.'
'Iya saf,
maaf ya. Makasih ya udah suka sama gue.'
Setelah itu
gue pun ngga malu kalau gue pernah nembak dia (bahkan gue cerita ke pacar gue yang sekarang kalau gue pernah nembak dia). Kita tetap dekat kayak
sebelumnya. Bahkan pas kita ketemuan pun gue ngga berubah. Ngga merasa malu
atau apa. (Ini gue nya yang ngga tahu malu atau apa ya?)
Tapi gimana
kalo dia terima gue? Gue pun ga tau. Gue saat itu masih belum bisa berpaling
dari mantan gue. Rasanya sakit hati banget pacaran selama hampir dua tahun dan
ternyata dia punya pacar yang lain.
Terus apa gue
nembak dia cuma karena kasihan? No, big no. I do really like him. But not really
like him that way. I want him to be happy. I want take a 'little' pain away. I
hope so. But who knows? As long as he survive his own tension, then it will be
good for him.
Kalau sekarang
gimana hubungan gue sama dia? Gue sih udah punya pacar (dan itu teman sekelas
kita juga--akan gue ceritain di post lain), kita tetap teman dekat. Walaupun
sekarang ngga 24 jam berkabar. Dia sih belum berhasil sama urusan cinta nya.
Tapi dia udah dapat pekerjaan yang saat ini dia bisa enjoy. Dia juga udah ngga
menarik diri lagi dari pergaulan. Dia udah menjalani hidupnya dengan lebih
baik. Ngga tahu apa yang gue lakukan waktu itu mempengaruhi semangat hidupnya atau ngga, but I'm so happy about that!
I think he gonna be my first and last confession.
--D Ark R Ain Bow--
0 comment:
Posting Komentar
Come share to us !!