Delmora The
Ocean’s Princess
Created By:
Safitri
Tsa’niyah
Bab 14
Pulang
Lima hari setelah hari heroik bagiku dan Oliver telah
berlalu. Hari ini aku akan mengantar ayahku pulang ke istananya. Sebetulnya ia
tidak benar-benar membutuhkan antaran dari dua orang remaja, tapi liburanku
yang hanya tersisa satu hari lagi membuatku ingin bermain-main di pantai
sebelum kembali ke rutinitas sekolahku yang biasa. Sebenarnya ayahku ingin ibu
ikut untuk memastikan Oliver tidak berbuat macam-macam padaku, tapi dia tidak
bisa terus mengambil cuti kerja untuk menemaniku liburan. Dan setelah Oliver
dan aku keluar dengan selamat dari gua, ibuku merasa lebih percaya pada Oliver.
Walaupun Poseidon masih terlalu protektif terhadap Oliver.
Aku, Oliver, Poseidon dan Athena menuju ke pantai dengan
naik mobil milik ayah Dylan (dia masih menjadi ikan badut) yang dikemudikan
oleh Oliver. Sebenarnya Athena tidak harus ke pantai untuk pulang ke Olimpus,
tapi ia hanya ingin menghabiskan waktu dengan Oliver. Oliver sudah bisa
menerima semua fakta tentang dirinya yang dikatakan oleh Athena.
“Baiklah, kurasa aku harus kembali ke istana sekarang.
Aku sudah terlalu lama berada jauh dari wilayahku.” Ucap Poseidon.
“Aku juga akan pulang ke Olimpus sekarang. Aku tidak mau
membuat yang lainnya khawatir padaku. Terutama Zeus. Tapi kurasa mereka akan
mengerti.” Ucap Athena.
Athena beralih kepada Oliver. “Nak, kau sudah tumbuh
besar sekarang. Jaga dirimu baik-baik ya. Dan jaga juga nenekmu di rumah. Dia
sangat menyayangimu. Seperti halnya orang tuamu dan juga aku. Aku selalu
menjadi ibumu, Oliver. Kalau kau butuh apa pun yang bisa kubantu, mintalah.
Mudah-mudahan aku akan selalu ada disana saat kau membutuhkanku.”
“Ya, Dewi Ath—emm maksudku Ibu.” Ucap Oliver.
Lalu dalam hitungan detik saja, Athena telah terbuyarkan
menjadi cahaya dan hilang.
Poseidon sudah berjalan ke pantai sampai air membasahi
lututnya ketika ia berteriak sambil melambai kepadaku. “Aku sayang kau
Delmora!” detik berikutnya ia menghilang tergulung ombak—atau mungkin dia yang
menggulung ombak.
Aku dan Oliver memandang ombak sampai buih gelombang itu
menjauh dan hilang di garis khatulistiwa.
Oliver meraih tanganku dan menggenggamnya seraya mengecup
lembut punggung tanganku. Aku menoleh dan tersenyum padanya. Aku baru menyadari
betapa banyaknya yang telah kami lewatkan bersama.
“Aku sayang kamu.” Ucapku.
Oliver hanya tersenyum lalu tertawa.
“Kenapa? Ada yang lucu dari kata-kataku barusan?” Tanyaku
sedikit jengkel.
“Ngga.” Ucap Oliver di sela-sela tawanya.
“Terus?” Tuntutku.
“Aku masih memikirkan saat pertama kamu cium aku.” Ucap
Oliver.
Wajahku terasa panas dan tak diragukan lagi pastinya
sangatlah merah. Aku langsung memalingkan pandanganku dari wajah Oliver ke
pasir yang tiba-tiba terlihat lebih menarik.
“Senja di tepi pantai. Waktu itu kamu lagi ketakutan,
begitu juga aku. Aku sempat berpikir, kalau kamu ngga lagi ketakutan, mungkin
kamu ngga akan dapat keberanian untuk melakukannya.” Ucap Oliver.
Aku mulai mengangkat kembali wajahku untuk menatap
Oliver. Aku ngga terima dipermalukan pacarku sendiri.
“Tapi waktu di gua, kamu juga cium aku. Walaupun saat itu
aku udah jadi setengah batu.” Ucapku.
“Aku sering lihat di film, kalau si jagoan mau perang,
ceweknya selalu ngasih ciuman selamat tinggal untuk menyemangati.” Oliver
berkata dengan polosnya.
Aku mendengus sebal. Jadi cuma karena dia lihat adegan di
film?
Aku jadi merasa agak sakit hati. Berarti dia ngga
menganggap hal itu spesial? Aku berkutat dengan pikiran-pikiran yang
menyebalkan tentang cowok di sampingku ini. Kenapa cowok setampan ini bisa sama
sekali tidak romantis sih?
Oliver kembali menggenggam tanganku. Aku menoleh karena
ia menolehkan pipiku ke arah wajahnya.
“Tapi aku mau melakukannya lagi, Delmora.” Ucap Oliver
polos.
Aku masih terdiam.
“Boleh kan?” Tanya Oliver dengan nada seperti seorang
anak kecil yang sedang meminta dibelikan sebatang permen lolipop oleh ibunya.
Aku mengangguk.
Saat berikutnya, jarak antara aku dan Oliver sudah tidak
bisa kuhitung lagi. Dia begitu dekat sampai aku bisa melihat bintik di
hidungnya yang luar biasa mancung. Di saat yang sama dengan pertama kali kami
melakukanya. Senja di tepi pantai.
Dan itulah aku, Delmora Naida Arethusa. Sekarang aku
sudah menerima kenyataan kalau aku ini cewek berusia tujuh belas tahun yang
dalam tubuhnya mengalir darah penguasa Laut, Dewa Poseidon. Salam Trisula.
Previous: