Rabu, 11 Mei 2016

Delmora The Ocean's Princess: Bab 14 (Pulang)

Delmora The Ocean’s Princess







Created By:
Safitri Tsa’niyah






 Bab 14
Pulang
Lima hari setelah hari heroik bagiku dan Oliver telah berlalu. Hari ini aku akan mengantar ayahku pulang ke istananya. Sebetulnya ia tidak benar-benar membutuhkan antaran dari dua orang remaja, tapi liburanku yang hanya tersisa satu hari lagi membuatku ingin bermain-main di pantai sebelum kembali ke rutinitas sekolahku yang biasa. Sebenarnya ayahku ingin ibu ikut untuk memastikan Oliver tidak berbuat macam-macam padaku, tapi dia tidak bisa terus mengambil cuti kerja untuk menemaniku liburan. Dan setelah Oliver dan aku keluar dengan selamat dari gua, ibuku merasa lebih percaya pada Oliver. Walaupun Poseidon masih terlalu protektif terhadap Oliver.
Aku, Oliver, Poseidon dan Athena menuju ke pantai dengan naik mobil milik ayah Dylan (dia masih menjadi ikan badut) yang dikemudikan oleh Oliver. Sebenarnya Athena tidak harus ke pantai untuk pulang ke Olimpus, tapi ia hanya ingin menghabiskan waktu dengan Oliver. Oliver sudah bisa menerima semua fakta tentang dirinya yang dikatakan oleh Athena.
“Baiklah, kurasa aku harus kembali ke istana sekarang. Aku sudah terlalu lama berada jauh dari wilayahku.” Ucap Poseidon.
“Aku juga akan pulang ke Olimpus sekarang. Aku tidak mau membuat yang lainnya khawatir padaku. Terutama Zeus. Tapi kurasa mereka akan mengerti.” Ucap Athena.
Athena beralih kepada Oliver. “Nak, kau sudah tumbuh besar sekarang. Jaga dirimu baik-baik ya. Dan jaga juga nenekmu di rumah. Dia sangat menyayangimu. Seperti halnya orang tuamu dan juga aku. Aku selalu menjadi ibumu, Oliver. Kalau kau butuh apa pun yang bisa kubantu, mintalah. Mudah-mudahan aku akan selalu ada disana saat kau membutuhkanku.”
“Ya, Dewi Ath—emm maksudku Ibu.” Ucap Oliver.
Lalu dalam hitungan detik saja, Athena telah terbuyarkan menjadi cahaya dan hilang.
Poseidon sudah berjalan ke pantai sampai air membasahi lututnya ketika ia berteriak sambil melambai kepadaku. “Aku sayang kau Delmora!” detik berikutnya ia menghilang tergulung ombak—atau mungkin dia yang menggulung ombak.
Aku dan Oliver memandang ombak sampai buih gelombang itu menjauh dan hilang di garis khatulistiwa.
Oliver meraih tanganku dan menggenggamnya seraya mengecup lembut punggung tanganku. Aku menoleh dan tersenyum padanya. Aku baru menyadari betapa banyaknya yang telah kami lewatkan bersama.
“Aku sayang kamu.” Ucapku.
Oliver hanya tersenyum lalu tertawa.
“Kenapa? Ada yang lucu dari kata-kataku barusan?” Tanyaku sedikit jengkel.
“Ngga.” Ucap Oliver di sela-sela tawanya.
“Terus?” Tuntutku.
“Aku masih memikirkan saat pertama kamu cium aku.” Ucap Oliver.
Wajahku terasa panas dan tak diragukan lagi pastinya sangatlah merah. Aku langsung memalingkan pandanganku dari wajah Oliver ke pasir yang tiba-tiba terlihat lebih menarik.
“Senja di tepi pantai. Waktu itu kamu lagi ketakutan, begitu juga aku. Aku sempat berpikir, kalau kamu ngga lagi ketakutan, mungkin kamu ngga akan dapat keberanian untuk melakukannya.” Ucap Oliver.
Aku mulai mengangkat kembali wajahku untuk menatap Oliver. Aku ngga terima dipermalukan pacarku sendiri.
“Tapi waktu di gua, kamu juga cium aku. Walaupun saat itu aku udah jadi setengah batu.” Ucapku.
“Aku sering lihat di film, kalau si jagoan mau perang, ceweknya selalu ngasih ciuman selamat tinggal untuk menyemangati.” Oliver berkata dengan polosnya.
Aku mendengus sebal. Jadi cuma karena dia lihat adegan di film?
Aku jadi merasa agak sakit hati. Berarti dia ngga menganggap hal itu spesial? Aku berkutat dengan pikiran-pikiran yang menyebalkan tentang cowok di sampingku ini. Kenapa cowok setampan ini bisa sama sekali tidak romantis sih?
Oliver kembali menggenggam tanganku. Aku menoleh karena ia menolehkan pipiku ke arah wajahnya.
“Tapi aku mau melakukannya lagi, Delmora.” Ucap Oliver polos.
Aku masih terdiam.
“Boleh kan?” Tanya Oliver dengan nada seperti seorang anak kecil yang sedang meminta dibelikan sebatang permen lolipop oleh ibunya.
Aku mengangguk.
Saat berikutnya, jarak antara aku dan Oliver sudah tidak bisa kuhitung lagi. Dia begitu dekat sampai aku bisa melihat bintik di hidungnya yang luar biasa mancung. Di saat yang sama dengan pertama kali kami melakukanya. Senja di tepi pantai.
Dan itulah aku, Delmora Naida Arethusa. Sekarang aku sudah menerima kenyataan kalau aku ini cewek berusia tujuh belas tahun yang dalam tubuhnya mengalir darah penguasa Laut, Dewa Poseidon. Salam Trisula.



 Previous: 

0 comment:

Posting Komentar

Come share to us !!