Aku menjabat tangan terborgol Kak Aiden dan Kak Lisa. Tubuh mereka sangat kurus walaupun aku tidak bisa dibilang gemuk, kondisi tubuh mereka jauh lebih memprihatinkan.
Mereka duduk berhadapan denganku dan Keenan.
"Kamu sudah dapat kabar dari Candice?" Tanya Kak Aiden.
"Mmm kayaknya dia udah lupa sama dua kakaknya deh." Jawabku dengan nada mencemooh.
"Hei, jangan samakan adik kami dengan kau, iblis." Ucap Kak Lisa naik pitam.
"Hey Kak. Aku kan adik kalian juga." Protesku. "Adik tersayang malah." Aku menyeringgai kecil.
"Kamu tidak waras, Sheerin. Cepat beritahu kami keadaan Candice." Ucap Kak Aiden.
"Tenang aja Kak. Selama kalian baik-baik aja menjalani hukuman ini, Kak Can ngga akan kenapa-kenapa kok." Ucapku.
Kesunyian menyelinap di ruang tersebut selama beberapa saat. Kak Aiden tampak tidak melepas pandangannya dariku. Sedangkan Kak Lisa terus memperhatikan Keenan.
"Kak." Ucapku memecah kesunyian.
"Apa?" Tanya Kak Aiden dengan nada terpaksa. Setiap kali aku berkunjung dia selalu menunjukkan senyuman penyesalan itu. Nada suaranya pun seperti menandakan kalau dia lebih baik tidak bicara padaku.
"Kakak ingat temanku Doni?" Tanyaku dengan nada santai biasa.
"Cowok yang bikin kamu tinggal kelas?" Ucap Kak Aiden. "Kenapa?" Lanjutnya.
"Dia pacaran sama Diva." Ucapku.
"Wah bagus dong. Siapa tahu kali ini kamu ketangkap basah lagi sama dia." Ucap Kak Lisa nimbrung.
"Kamu udah ngga kayak dulu lagi kan, Sher?" Tanya Kak Aiden. Nada suaranya berubah melembut.
"Ngga kak. Aku--." Aku menengok ke wajah Keenan. Raut wajahnya tanpa ekspresi.
"Apa?" Tanya Kak Aiden dengan nada terpaksa. Setiap kali aku berkunjung dia selalu menunjukkan senyuman penyesalan itu. Nada suaranya pun seperti menandakan kalau dia lebih baik tidak bicara padaku.
"Kakak ingat temanku Doni?" Tanyaku dengan nada santai biasa.
"Cowok yang bikin kamu tinggal kelas?" Ucap Kak Aiden. "Kenapa?" Lanjutnya.
"Dia pacaran sama Diva." Ucapku.
"Wah bagus dong. Siapa tahu kali ini kamu ketangkap basah lagi sama dia." Ucap Kak Lisa nimbrung.
"Kamu udah ngga kayak dulu lagi kan, Sher?" Tanya Kak Aiden. Nada suaranya berubah melembut.
"Ngga kak. Aku--." Aku menengok ke wajah Keenan. Raut wajahnya tanpa ekspresi.
"Aku akan ngelindungin Sheerin." Ucap Keenan tiba-tiba memotong ucapanku.
Kak Lisa mengeluarkan tawa cemooh. "Bisa apa kamu, dek? Jangan mentang-mentang kamu sama psyco-nya seperti Sher kamu bisa ngelindungin dia dari apapun. Udah deh mending kalian akuin kesalahan kalian dan tinggal disini sama kami." Kak Lisa terus menggerutu.
Keenan hanya diam dihina seperti itu. Semoga kali ini dia bisa tahan emosi. Tapi kulihat tangannya terkepal. Ia menatap Kak Lisa sangat tajam. Emosinya pasti akan meledak sebentar lagi.
"Tahan, Kee. Kak Lisa cuma ngga tahu kamu yang sebenarnya." Ucapku mencoba menenangkan.
Ya. Kalau saja Kak Lisa tahu siapa Keenan sebenarnya, jangankan untuk menghina ke-psyco-annya. Untuk menatap seperti barusan saja aku yakin dia tidak akan berani.
Aku membuka resleting tasku dan merogohkan tangan ke dalamnya. Lalu mengeluarkan sebuah kertas berwarna merah dengan ketebalan sekitar setengah senti dan dihiasi banyak ornamen renda warna putih di pinggirnya.
"Sebenernya aku ngga mau kasih tahu berita ini. Tapi kayaknya kalian pantas untuk tahu." Ucapku sambil melempar kertas bertuliskan 'invitation' yang kukeluarkan dari tas ke meja.
Kak Aiden mengambil kertas itu dan membukanya. Kak Lisa tampak shock lalu meneteskan air mata.
"Kamu serius dengan ini?" Tanya Kak Aiden dengan sepasang bola mata membesar menatapku.
"Yah, aku dapat itu beberapa minggu lalu dari tukang pos." Jawabku.
"Candice, adikku. D-dia.." Ucap Kak Lisa terbata dengan mata berkaca-kaca.
"Tenanglah, Lisa. Aku yakin dia akan menjadi lebih baik." Ucap Kak Aiden sambil mengelus lembut punggung adik kembarnya.
Aku melihat pemandangan haru kakak-kakakku. Kadang aku berpikir untuk kembali menjadi Sher yang dulu. Ceria dan dimanja oleh mereka. Tapi aku tahu itu tidak akan mungkin terjadi lagi.
"Aku sudah bilang ke pihak kepolisian. Mereka mengizinkan kalian menghadirinya." Ucapku yang sontak saja membuat Kak Lisa menangis lebih keras lagi.
"Teri-ma ka-sih." Ucap Kak Lisa di tengah isakkannya.
"Pernikahan.." Ucap Kak Aiden.
Dua minggu lagi Kak Can akan melangsungkan pernikahannya dengan seorang pria yang ditemuinya di New York saat sedang berkuliah disana. Dan dia akan melaksanakan acara itu disini. Aku tahu nanti pasti akan merepotkan. Aku juga tidak menyangka hal-hal seperti pernikahan akan berlangsung di keluargaku yang sudah berantakan ini.
Kak Candice sebenarnya tidak tahu tentang fakta kematian orang tua kami. Dia satu-satunya anak di keluarga Shine yang tidak tersentuh apapun karena kejadian meninggalnya orang tuaku bertepatan dengan waktu perginya. Yang dia tahu, orang tua kami kecelakaan lalu meninggal. Kak Aiden dan Kak Lisa yang stress berat karena ditinggal mama dan papa akhirnya menjadi pecandu dan pengedar narkoba. Dan itulah alasan yang diketahui Kak Can mengapa dua kakak tertua kami mendekam di penjara.
Waktu berbicaraku dengan kakak-kakakku habis. Akhirnya aku dan Keenan meninggalkan penjara. Kali ini aku merasa menjadi anak yang sedikit baik. Biasanya saat mengunjungi kakak-kakakku, yang kutinggalkan hanyalah cemoohan. Kali ini aku memberikan kabar bahagia pada mereka berdua.
"Pernikahan." Gumamku sesaat setelah aku menutup pintu mobil Keenan.
"Kau mau juga?" Tanya Keenan yang langsung membuatku terkejut.
"Apa maksud kamu?" Tanyaku untuk memastikan apa yang kupikirkan sama dengan apa yang cowok ini pikirkan.
"Saling menikah, tentu aja." Jawab Keenan.
Aku rasa kedua belah pipiku bersemu merah saat mendengar pernyataan Keenan barusan. Ini pertama kalinya Keenan mengatakan hal-hal seperti 'pernikahan'. Aku tahu kami adalah sepasang kekasih. Kebanyakan pasangan pasti memimpikan untuk menikah suatu hari nanti. Tapi aku dan Keenan bukan pasangan biasa. Kami tidak memiliki tujuan apapun. Kebanyakan percakapan kami adalah tentang pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan rencana dan strategi. Kadang berciuman kalau sedang bosan. Namun hal-hal manis seperti menikah belum pernah terlintas sama sekali. Yang kami tahu, saat kami membutuhkan satu sama lain, kami pasti akan selalu ada. Bukankah itu sudah cukup?
"Emm.."
আPrevious: Nightmare
আNext: Uncovered
0 comment:
Posting Komentar
Come share to us !!