Masa depan itu mustahil bisa kita ketahui. Sekalipun kau punya sebuah mesin waktu, kau bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi sedetik lagi.
Cahaya lampu terasa sangat menyilaukan saat kubuka kedua mataku. Aku lelah. Apa yang telah aku lakukan sampai aku merasa selelah ini? Tanganku meraih kening yang kuraba terasa ada beberapa lapis perban membalutnya.
"Ma! Sheerin bangun, Ma!" Teriak seorang perempuan.
Tak lama kemudian ada seorang perempuan lagi (kini lebih tua) berlari memasuki kamar yang tempat tidurnya aku tempati.
"Sher sayang, kamu bangun nak." Ucap perempuan tua itu dengan wajah lega.
"Mama.." Ucapku terbata memanggilnya.
Lalu datang beberapa orang lagi ke dalam kamar itu. Dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Mereka mengelilingi ranjang dimana aku terbaring.
Aku mencoba duduk. Tapi kakiku terasa kelu. Aku tak dapat sepenuhnya mengendalikan kaki kananku. Aku ingat sekarang. Hari itu aku tertembak oleh sebuah peluru saat aku mencoba melawan pria dewasa yang membawa Diva dengan paksa ke mobil mereka. Kakiku patah lalu aku tak sadarkan diri karena tubuhku jatuh dan kepalaku membentur trotoar jalan.
"Ma, Diva mana?" Ucapku lemah.
"Ma, Diva mana?" Ucapku lemah.
Mamaku menatap dengan mata sendu.
"Ma, Diva mana?" Ucapku lagi dengan suara lebih keras.
Semua orang yang ada di ruangan itu hanya diam. Mereka menunduk dan menghindari tatapanku. Aku pun terdiam. Aku kesal. Aku gagal mendapatkan Diva kembali.
Aku disuruh tinggal di rumah sakit satu hari lagi. Kakiku mulai bisa kugerakkan, katanya tulangnya tidak sampai patah, hanya retak sedikit. Dokter bingung kenapa aku bisa sembuh lebih cepat dari pasien lain dengan keadaan sama. Tapi aku tak peduli. Aku masih belum mendapat kabar dari Diva yang diculik. Dia adalah satu-satunya teman yang aku miliki.
Papaku yang saat itu berbaring di sofa untuk menemaniku sudah tertidur lelap. Sepertinya dia kelelahan karena siangnya dia bekerja dan ditambah harus menjagaku malam ini. Aku membiarkannya tidur pulas dan mengendap-endap lewat jendela. Agak sulit bergerak melewati lubang jendela dengan tongkat jalan. Tapi akhirnya aku bisa menyusup keluar dan menuju ke mobil papaku.
Usiaku memang baru 12 tahun. Tapi aku sering melihat papa mengemudi. Aku pasti bisa melakukan hal yang sama. Hanya menginjak beberapa pedal dan menggerakkan persneling kan?
Sekarang tinggal bagaimana aku bisa melewati portal rumah sakit. Aku tidak punya kartu parkir.
Aku melajukan mobil papa sampai kecepatan diatas 90km/jam Menginjak pedal dengan kaki dan tongkat jalanku, sedetik berikutnya aku menabrak lembut portal dan membuatnya patah dengan bunyi luar biasa keras. Beberapa petugas keluar dari pos dan berusaha menghentikan mobil. Tapi aku sudah berhasil keluar rumah sakit dan mobil terus melaju kencang.
Aku mengikuti arahan dari hasil lacakan gps ponsel Diva. Tibalah pada sebuah rumah dengan halaman depan tak terawat. Aku memarkirkan mobil papa agak jauh dari rumah itu. Tapi aku mengenali satu mobil yang terparkir manis disana. Itu mobil ayah Diva! Apakah akhirnya dia akan membebaskan putrinya? Apa dia sudah ditelpon oleh sang penjahat dan dimintai uang tebusan? Tapi kenapa dia datang sendirian? Bodoh sekali kalau dia berpikir para penjahat itu akan menuruti janji mereka untuk membebaskan putrinya dengan balasan sejumlah uang. Tapi aku lega Diva sudah bersama orang yang tepat.
Aku mendekat ke jendela yang di dalamnya ada cahaya. Gelak tawa terdengar keras dari dalam ruangan itu.
0 comment:
Posting Komentar
Come share to us !!