Selasa, 24 Januari 2017

03. Warmth ~~ The Little You Know The Little Chance You'll Die


Kalau tidak ada perselisihan, kau tidak akan dapat melihatku dari sisi yang lain. Namun jika kau tetap tidak dapat melihat bagaimana diriku, mungkin karena aku tidak ingin kau tahu.

Setelah memasang seat belt dengan benar, aku memutar radio yang hari itu menyiarkan berita mengenai beberapa film yang sedang tayang di bioskop.

"Sayang, kamu ingat Doni?" Tanya Keenan.

"Emm... Sedikit. Kenapa sama dia?" Tanyaku.

"Kayaknya dia masih penasaran sama kamu." Ucap Keenan.

"Ayolah, terima dia sebagai masa lalu. Sekarang yang penting kan aku udah sama kamu." Ucapku.

"Aku ngga masalah sama apa yang terjadi beberapa tahun lalu. Tapi aku ngga suka kalo dia ganggu kita lagi." Ucap Keenan dengan nada sedikit lebih tinggi dari biasanya.

"Kali ini ngga ada alasan buat dia ganggu kita, sayang." Ucapku.

"Kamu pikir dia deketin cewek itu tanpa alasan tertentu?"

"Aku akan jamin kalau dia ngga akan mengganggu lagi kali ini. Lagi pula aku tahu Diva. Doni itu bukan tipe nya." Ucapku mantap.

Aku dan Keenan tidak mempermasalahkan Doni lagi. Sepertinya amarah Keenan sudah mereda dan dia memutuskan untuk tidak membicarakan Doni lagi. Kenapa dia bisa tahu kalau cowok yang ditemui Diva adalah Doni? Doni yang berasal dari masa lalu kami? 

Bisa dibilang pacarku ini seperti detektif. Dan aku lebih seperti kaki tangannya. Kami partner yang luar biasa. Dan bisa dibilang juga Keenan tahu segalanya yang aku tahu. Sampai saat ini pun aku masih belum tahu bagaimana caranya dia tahu segala hal yang terjadi.

Keenan memarkirkan mobilnya di halaman luas dan rapi milik keluarga besarnya. Rumah bertingkat 3 menjulang tinggi dan kokoh berdiri di atas tanah tersebut. Rumah ini sangat besar dan mewah. Namun letaknya bukanlah di pusat kota. Orang tua Keenan tidak terlalu suka keramaian. Mereka lebih suka menghabiskan waktu dengan diri mereka sendiri daripada mendengar ocehan dari tetangga komplek yang menyebalkan.

"Siapa yang tersisa hari ini?" Tanyaku.

"Kemungkinan Grace." Jawab Keenan.

"Oh ayolah, apa yang bisa dilakukan anak umur satu tahun? Atau berapa umurnya sekarang?"

"Tiga. Dan dia bisa membinasakan seluruh koloni serangga di halaman belakang."

Kami turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah tersebut. Kalau saja tidak terurus, rumah ini akan sangat mirip dengan penggambaran rumah hantu di film-film.

Keenan tujuh orang bersaudara. Namun lima saudaranya yang lain jarang ada di rumah. Mereka lebih sering bekerja dan tidak pulang. Pekerjaan yang mereka lakukan bukanlah sebuah pekerjaan delapan jam di depan komputer. Dan dalam melakukan sekali pekerjaan, membutuhkan waktu setidaknya satu minggu. Jadi tidak heran kalau hari ini pun rumah itu hanya tersisa adik perempuannya.

"Halo Grace. Berapa kelabang yang kau bunuh hari ini?" Sapaku pada seorang gadis yang mengenakan gaun pink berlumuran tanah merah.

"Tidak banyak. Mungkin 79." Jawab Grace sambil berusaha menangkap ulat kaki seribu di lututnya.

"Kau akan mendapatkan lebih banyak besok." Ucap Keenan.

Aku dan Keenan masuk ke kamarnya, di lantai dua rumah tersebut.

"Aku mau tidur. Kamu lakukanlah apapun yang kamu mau. Mama papa sampai rumah sekitar jam 11 malam nanti."

"Baiklah aku akan masak. Kamu mau makan apa hari ini?"

"Jus tomat dan bawang." Jawab Keenan.

"Manusia menyebutnya sup krim tomat, sayang."

"Aku tidak dengar." Ucap Keenan sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Aku menuju dapur. Sayangnya ibu Keenan bukanlah tipikal ibu yang suka memasak. Dan kalau bukan karena aku, mungkin dapur ini entah dibuat untuk tujuan apa.

"Kak Sher. Kakak bisa bantu aku buka resletingnya?" Ucap Grace sambil berusaha menjangkau resleting belakang gaunnya.

"Tentu." Ucapku sambil membuka resleting gaun Grace. Punggung Grace yang kecil berlumuran tanah merah dari belakang rumahnya. Tak sedikit pula kulit yang tergores dan terluka di sana sini. Untuk ukuran gadis 3 tahun, ini sangat menyakitkan. Tapi aku sudah terbiasa dengan luka-luka di keluarga ini. Jadi menurutku tidak apa-apa.

"Terima kasih, Kak Sher." Ucap Grace.

"Kamu mau kakak mandikan?" Ucapku.

"Tidak terima kasih. Kakak masak aja yang enak. Aku lapar." Ucap Grace sambil berlari meninggalkanku.

Aku membuka kulkas dan menemukan beberapa bahan makanan yang bisa kupakai untuk memasak malam ini.

Drrtt... drrttt... (Telepon dari Diva)

"Halo." Ucapku.

"Sher. Doni Sher.."


0 comment:

Posting Komentar

Come share to us !!