Cahaya tidak akan bisa bersinar tanpa ada kegelapan.
--Aiden's POV--
Aku menyadari satu hal ketika lampu tiba-tiba menyala. Hidupku tidak akan sama lagi..
Aku menyadari satu hal ketika lampu tiba-tiba menyala. Hidupku tidak akan sama lagi..
"Jangan bergerak." Ucap siluet di muka pintu yang kini kukenali sebagai polisi.
Dua orang lain mendekatiku dan melumpuhkan pergerakanku.
Aku menangis tertunduk. Aku tidak bisa menerima apa yang saat ini terjadi. Bau amis yang kucium tadi di keluarkan oleh dua sosok tak bernyawa di kakiku.
"Perampoknya masih ada, Pak." Ucapku pada polisi yang membawaku keluar kamar.
"Apa yang kau bicarakan? Perampoknya itu kau, nak." Jawab polisi itu.
Aku tersentak kaget. Pisau dapur yang ada di tanganku berlumuran darah. Begitu pula dengan tangan dan pakaianku. Mereka membawaku keluar dari kamar. Lalu dua orang lainnya membawa Lisa yang membelalak ketakutan dari sudut ruangan.
Sesaat sebelumnya aku lihat Lisa memegang sebuah tali yang ukuranya cukup besar. Tali itu terulur di lantai dari tempatnya terduduk sampai ke leher orang tuaku.
Aku menunggu di mobil bersama seorang polisi. Mereka bertukar obrolan dan kucuri sedikit. Katanya mereka menemukan seorang gadis lagi. Berusia sekitar tiga belas tahun dan bersembunyi di lemari pakaian. Gadis itu menangis tersedu-sedu ketika melihat ruangan itu penuh darah.
"SHEERIN!!" Aku berteriak. saat seorang polisi menuntun adik bungsuku keluar dari rumah.
Aku dibawa ke kantor polisi. Begitu pula dengan Lisa yang kini tubuhnya bergetar hebat.
Polisi langsung membawa aku dan Lisa ke ruang interogasi. Mereka terus menanyai kami dengan pertanyaan yang tidak bisa kami jawab. Mereka memutuskan bahwa kami adalah tersangka utama dari kasus pembunuhan orang tua kami sendiri. Tapi aku tetap tidak mau mengaku karena memang bukan aku pelakunya.
"Coba bapak bayangkan, kalau bapak pulang ke rumah dan rumah itu sudah gelap. Bapak bayangkan ada di posisi saya. Lagipula dilihat dari segi mana pun kedua orang tua saya pasti sudah mati sebelum saya menghujani mereka dengan tusukan." Aku menjelaskan dengan nada keras dan emosi membara.
"Tapi kamu tidak pulang dari mana-mana, nak. Kau baru bangun tidur lalu langsung menuju ke kamar orang tuamu." Ucap polisi.
"APANYA YANG BANGUN TIDUR? SAYA PINGSAN KARENA DIPUKUL OLEH PENJAHAT ITU!" Aku sudah benar-benar tidak bisa menahan emosiku.
"Di rumah itu hanya ada kalian dan adik kalian. Kami tidak menemukan jejak ataupun sidik jari dari orang lain." Polisi itu berkata masih dengan nada sabarnya yang biasa.
"TAPI BUKAN KAMI PELAKUNYA!" Aku terus berteriak. Lisa hanya bisa menangis dan tubuhnya bergetar semakin hebat.
Tiba-tiba aku merasakan sebuah pukulan menimpa pipi kiriku. Polisi itu tidak berkata apa-apa. Namun sepertinya tangannya sudah tidak bisa menahan lagi keinginan untuk menghakimiku dengan cara yang lain.
"Nak, kuperingatkan sekali lagi. Kalau kau masih terus bersikukuh tidak bersalah, urusan ini tidak akan selesai dengan mudah. Apa kau ingin orang tuamu yang sudah meninggal itu sedih melihat anak yang membunuhnya terus melakukan kejahatan? Lebih baik kau mengaku dan kau bisa menebus dosa atas meninggalnya kedua orang tuamu."
"SUDAH KUKATAKAN, BUKAN AKU YANG MEMBUNUHNYA!" Aku berteriak lagi. Kemudian pukulan berikutnya mendarat di hidungku yang kini mengeluarkan darah.
"Kubiarkan kalian berpikir lagi." Polisi itu berkata seraya meninggalkanku berdua saja dengan Lisa.
Tubuh Lisa masih gemetar dan kini mengeluarkan keringat dingin. Kulitnya menjadi sangat pucat dan dia tampak seperti seekor kucing yang kehujanan.
"Tenanglah Lisa. Kita akan baik-baik saja." Ucapku mencoba menenangkan. Walaupun aku tahu nasib kami selanjutnya tidak akan baik-baik saja.
"Mama.. papa.." Ucap Lisa dengan suara bergetar.
Aku menarik nafas berat. Aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Memang benar aku menusuk tubuh orang tuaku beberapa kali. Tapi kalau memang itu penyebab kematian mereka, saat di tusuk mereka pasti berteriak atau setidaknya mengeluarkan suara kan? Namun kalau mereka sudah mati sebelum kutusuk, bagaimana polisi tidak bisa menemukan sidik jari orang lain di rumah itu? Lalu seingatku yang kutusuk hanya satu tubuh yang menyentuh kakiku--tubuh papaku. Kenapa tubuh mamaku yang berada di samping papaku juga tertusuk? Aku bahkan tidak bisa menjangkaunya.
Aku menoleh ke wajah Lisa. Apa mungkin dia yang melakukannya? Lalu apa motifnya?
"Lisa, kau bisa ceritakan padaku apa yang terjadi padamu di rumah?" Tanyaku dengan nada biasa.
Lisa masih menggigil. Namun ia mengangguk pelan.
"Bisa kau ceritakan pada polisi juga? Mereka benar. Kita harus menyelesaikan kasus ini." Ucapku lagi.
"Y-ya." Ucapnya pelan sekali. "Tapi kurasa kita akan tetap bersalah."
Kami menunggu polisi yang tadi menginterogasi kami kembali. Lisa sudah lebih tenang sekarang. Kurasa dia sangat terpukul harus menerima kenyataan bahwa kini kami anak yatim piatu.
Polisi masuk ke ruangan kami sambil membawa sebuah laptop. Wajahnya tampak lebih ceria daripada tadi.
"Kalian beruntung adik bungsu kalian memiliki hati yang kuat." Ucap polisi itu.
"Ya. Kami beruntung." Ucap Lisa yang mendadak saja menjadi sangat berani. Berkata sambil menatap wajah polisi itu dengan tatapan yang aku sendiri tidak berani melihatnya.
"Dia pembunuhnya, kan?" Ucap Lisa lagi.
আPrevious: The Next Body
আNext: She's A
Tubuh Lisa masih gemetar dan kini mengeluarkan keringat dingin. Kulitnya menjadi sangat pucat dan dia tampak seperti seekor kucing yang kehujanan.
"Tenanglah Lisa. Kita akan baik-baik saja." Ucapku mencoba menenangkan. Walaupun aku tahu nasib kami selanjutnya tidak akan baik-baik saja.
"Mama.. papa.." Ucap Lisa dengan suara bergetar.
Aku menarik nafas berat. Aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Memang benar aku menusuk tubuh orang tuaku beberapa kali. Tapi kalau memang itu penyebab kematian mereka, saat di tusuk mereka pasti berteriak atau setidaknya mengeluarkan suara kan? Namun kalau mereka sudah mati sebelum kutusuk, bagaimana polisi tidak bisa menemukan sidik jari orang lain di rumah itu? Lalu seingatku yang kutusuk hanya satu tubuh yang menyentuh kakiku--tubuh papaku. Kenapa tubuh mamaku yang berada di samping papaku juga tertusuk? Aku bahkan tidak bisa menjangkaunya.
Aku menoleh ke wajah Lisa. Apa mungkin dia yang melakukannya? Lalu apa motifnya?
"Lisa, kau bisa ceritakan padaku apa yang terjadi padamu di rumah?" Tanyaku dengan nada biasa.
Lisa masih menggigil. Namun ia mengangguk pelan.
"Bisa kau ceritakan pada polisi juga? Mereka benar. Kita harus menyelesaikan kasus ini." Ucapku lagi.
"Y-ya." Ucapnya pelan sekali. "Tapi kurasa kita akan tetap bersalah."
Kami menunggu polisi yang tadi menginterogasi kami kembali. Lisa sudah lebih tenang sekarang. Kurasa dia sangat terpukul harus menerima kenyataan bahwa kini kami anak yatim piatu.
Polisi masuk ke ruangan kami sambil membawa sebuah laptop. Wajahnya tampak lebih ceria daripada tadi.
"Kalian beruntung adik bungsu kalian memiliki hati yang kuat." Ucap polisi itu.
"Ya. Kami beruntung." Ucap Lisa yang mendadak saja menjadi sangat berani. Berkata sambil menatap wajah polisi itu dengan tatapan yang aku sendiri tidak berani melihatnya.
"Dia pembunuhnya, kan?" Ucap Lisa lagi.
আPrevious: The Next Body
আNext: She's A
0 comment:
Posting Komentar
Come share to us !!