Jumat, 10 Februari 2017

13. Saturday Morning ~~ The Little You Know The Little Chance You'll Die


Tekanan itu semakin berat, kurasa aku akan lebih memilih hidup tanpamu. Katanya kalau cinta berarti kau harus berani berkorban kan?

Hari ini aku tidak kuliah. Sampai menjelang pagi aku masih terjaga sambil memutar nomor telpon Diva terus menerus, padahal aku tahu dia pasti sudah tidur. Aku juga mengirimi banyak sms minta maaf karena aku ketiduran dan lupa telpon dia lagi.

Sekitar jam enam, kutelpon lagi nomor Diva dan akhirnya diangkat!

"Halo." Ucap suara khas Diva yang baru bangun tidur.

"Diva maaf. Aku lupa telpon kamu lagi tadi malam. Aku ketiduran di rumah Keenan dan baru bangun larut malam. Maaf ya aku bener-bener lupa banget." Ucapku merepet tidak karuan.

"Iya Sher sayang. Kamu jangan lebay deh. Hahaha." Ucap suara Diva di seberang.

"Yaudah nanti kita jalan-jalan ya. Untuk nebus kesalahanku." Ucapku.

Diva tidak langsung menjawab sebelum akhirnya "Mmm Sher, aku mau pergi sama Doni. Gapapa ya?" Ucap Diva ragu-ragu.

"Oh, Doni ya?" Ucapku. "Oiya kamu kan udah pacaran sama dia."

"Jadi gimana? Boleh kan?" Tanya Diva.

"Tentu aja boleh. Dia kan pacar kamu." Jawabku.

"Atau kamu sama Keenan mau ikut?" Ajak Diva.

"Ngga deh. Aku belum bilang Keenan juga. Kayaknya dia udah ada acara." Jawabku.

"Oke." Ucap Diva.

"Oke. Have a nice day ya kalian." Ucapku mengakhiri telpon kami.

Aku kembali membaringkan tubuh di tempat tidur. Aku tidak mau lagi bertemu dengan Doni. Dia adalah penyebab aku  menjadi seperti sekarang ini. Dia selalu membuat aku emosi dan aku tidak bisa mengendalikan apa yang kulakukan selanjutnya. Kenapa dia harus datang lagi sih? Aku kan sudah berubah. Aku tidak seperti dulu lagi.

Tiba-tiba handphone-ku berbunyi. Keenan menelponku.

"Halo Sher sayang, kamu ada acara hari ini?" Tanya Keenan.

"Apa kamu pikir seorang gadis yang tinggal sebatang kara ini punya acara selain dengan pacarnya?" Jawabku dengan nada agak kesal.

"Yah, biasanya kamu kan pergi sama Diva." Ucap Keenan.

"Yah coba tebak siapa yang punya pacar baru." Ucapku.

"Jangan cemburu begitu. Gimana kalau kita pergi hari ini?" Ucap Keenan.

"Kemana?"

"Mengunjungi saudara dari anak yang sebatang kara, mungkin?" Ucap Keenan.

"Sudah lama sepertinya ya."

"Aku akan tiba disana lima belas menit lagi." Ucap Keenan.

"Mana mungkin. Rumah kamu kan jauh." Ucapku.

"Aku udah tiga perempat jalan ke rumahmu." Jawab Keenan.

"Uh kamu curang." Ucapku langsung bangun dari tempat tidur.

Keenan tertawa.

"Aku mandi sekarang. Kalau kamu udah sampai rumah masuk aja. Pintu ngga aku kunci." Ucapku.

"Oke."

Kami mengakhiri pembicaraan telpon kami.

Benar saja, lima belas menit kemudian aku mendengar gerbang dibuka dan suara mobil memasuki halaman rumah. Aku buru-buru keluar dari kamar setelah memastikan berpakaian lengkap dan rapi.

Hari ini Keenan mengenakan kaos warna merah maroon dengan celana jeans warna biru tua dan topi abu-abu tua.

"Hai ganteng." Godaku pada cowok yang kini sedang duduk santai di sofa panjang di ruang tamu.

Aku menghampiri Keenan. Lalu duduk di pangkuannya dengan posisi berhadapan dan membiarkan lipstik yang baru kupakai pindah ke bibirnya.

"Hey sejak kapan kamu jadi se-agresif ini?" Ucap Keenan sambil menjauhkan wajahku yang menempel pada wajahnya.

"Hahaha." Aku tertawa seraya menyingkir dari pangkuannya. "Kamu udah sarapan?" Tanyaku.

"Belum. Kamu punya makanan?" Tanya Keenan.

"Buah dari tetangga kemarin." Jawabku.

"Oke. Kita bisa makan sambil jalan." Ucap Keenan.

Aku ke dapur untuk mengambil beberapa jenis buah yang ditinggalkan tetangga di pintu rumahku kemarin. Apel adalah buah kesukaanku. Selain rasanya yang tidak terlalu manis dan tidak terlalu asam, aku merasa seperti seorang putri salju setiap memakan gigitan pertama. Oh tapi mungkin aku lebih mirip nenek sihir saat pertama kali memegang lalu meracuni si apel.

Aku masuk ke dalam mobil Keenan dan kami pun berangkat meninggalkan rumahku.

Satu jam perjalanan membawaku tiba di salah satu penjara di kota itu. Aku meninggalkan KTP lalu diizinkan masuk. Setelah menunggu sekitar dua menit di ruang tamu khusus, akhirnya orang yang kutunggu bersama Keenan tiba.

Sama-sama memakai seragam penjara yang berwarna orange, ditambah wajah nereka yang mirip, mereka tampak sangat serasi. Kak Aiden dan Kak Lisa menatapku dengan tatapan penuh kebencian yang biasa.

Aku menjabat tangan terborgol Kak Aiden dan Kak Lisa. Tubuh mereka sangat kurus walaupun aku tidak bisa dibilang gemuk, tapi kondisi tubuh mereka jauh lebih memprihatinkan.

Mereka duduk berhadapan denganku dan Keenan.

"Kamu sudah dapat kabar dari Candice?" Tanya Kak Aiden.

"Mmm kayaknya dia udah lupa sama dua kakaknya deh." Jawabku dengan nada mencemooh.

"Hei, jangan samakan adik kami dengan kau, iblis." Ucap Kak Lisa naik pitam.

"Hey Kak. Aku kan adik kalian juga." Protesku. "Adik tersayang malah." Aku menyeringgai kecil.

"Kamu tidak waras, Sheerin. Cepat beritahu kami keadaan Candice." Ucap Kak Aiden.

"Tenang aja Kak. Selama kalian baik-baik aja menjalani hukuman ini, Kak Can ngga akan kenapa-kenapa kok." Ucapku.

Kesunyian menyelinap di ruang tersebut selama beberapa saat. Kak Aiden tampak tidak melepas pandangannya dariku. Sedangkan Kak Lisa terus memperhatikan Keenan.

...




আPrevious: Doni

আNext: The Next Body

0 comment:

Posting Komentar

Come share to us !!